Minggu, 19 Agustus 2012

MUSUH ALAMI

 Salam Pertanian......!!!!! 
Salam Kenal dari kami PPAH Bumi Lestari Ngawi
Musuh alami adalah setiap organisme yang dalam kelangsungan hidupnya memangsa/menumpang pada tubuh organisme lain atau setiap organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian OPT. Musuh alami dapat berupa vertebrate (mamalia, aves, reptilia), invertebrata (insekta, virus, ricketsia, mikoplasma) dan organisme lainnya.


 LINDUNGI KAMI DARI PENGGUNAAN PESTISIDA KARENA AKU ADALAH SAHABAT PETANI

Diposkan Oleh :
PUSAT PELAYANAN AGENS HAYATI BUMI LESTARI NGAWI
Sumber dari diklat pertanian berbasis ramah lingkungan











































































MENGENAL AGENS HAYATI


1.     PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT)
Perlindungan tanaman pada hakekatnya adalah suatu rangkaian untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan melalui upaya pencegahan masuknya OPT, pengendalian OPT dan eradikasi OPT.
Tindakan pengendalian dalam rangka pencegahan maupun penanggulangan OPT dilaksanakan dengan cara cara fisik, mekanik, budidaya, biologi genetik, kimiawi dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Dari berbagai tindakan pengendalian OPT diatas, salah satu cara pengendalian yang dipandang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah cara pengendalian hayati (biologi) dengan menggunakan musuh alami (agens hayati).
Pengendalian hayati (biological control) adalah taktik pengendalian yang alamiah, karena menggunakan factor pengendali yang sudah ada di alam. Namun perlu dibedakan dengan pengendalian alami (natural control) yaitu merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia, dengan kata lain terjadinya tidak hanya oleh karena bekerjanya musuh alami saja, tetapi juga oleh komponen ekosistem lainnya seperti makanan dan cuaca. Sedangkan pengendalian hayati merupakan taktik pengelolaan hama yang kita lakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama dan penyebab penyakit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan pengendalian hayati adalah :
A.    Teknik Pengendalian Hayati
Secara garis besar ada dua prinsip pengendalian hayati, yaitu :
1.      Introduksi (mendatangkan/mengimpor) musuh-musuh alami dari luar negeri / daerah lain untuk dilepaskan di daerah baru. Introduksi dapat ditempuh apabila hama yang menyerang suatu tanaman  pada umumnya menimbulkan eksplosi dan diketahui hama tersebut bukan merupakan hama asli daerah tersebut. Contoh : impor predator Curinus coeroleus dari Hawai untuk mengendalikan kutu loncat lamtoro.
2.      Meningkatkan efektivitas musuh-musuh alami yang telah ada di daerah wabah, dengan teknik sebagai berikut :
-     Konservasi
Yaitu suatu tindakan melestarikan musuh alami yang sudah ada di daerah wabah, dengan cara mengatur ekosistem, perbaikan teknik bercocok tanam dan penggunaan pestisida kimia yang sekecil mungkin mengganggu atau mematikan musuh alami.

-     Augmentasi
Yaitu suatu tindakan memperbanyak musuh alami dan untuk selanjutnya dilepaskan secara berkala dengan maksud untuk meningkatkan peranannya dalam menekan populasi hama dan penyebab penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah :
- Inokulasi :  adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah relative sedikit dengan harapan pada generasi selanjutnya akan menekan populasi hama dan penyebab penyakit serta musuh alami tersebut relative menetap lebih lama.
-   Inundasi  :   adalah  pelepasan musuh alami dalam jumlah besar dengan tujuan secara cepat dapat menekan populasi hama dan penyebab penyakit. Karena inundasi lebih bersifat sesaat, maka pada satu musim tanam perlu dilakukan beberapa kali pelepasan.

B.     Pembiakan Massal Musuh Alami
Dalam pengendalian hayati pada umumnya diperlukan pembiakan massal dan untuk itu perlu diperhatikan :
                                    1.      Penyediaan serangga inang dalam jumlah yang cukup besar dan pada stadia yang sesuai. Dalam hal ini masalah yang akan dihadapi adalah apabila inang yang bersangkutan sulit dibiakkan di laboratorium karena sifatnya atau karena tanaman inangnya.
                                    2.      Pengaturan fisik laboratorium, agar sesuai dengan kehidupan inang dan musuh alaminya. Kesulitan dalam hal populasi sering terjadi di laboratorium karena kondisi fisik yang tidak sesuai (suhu, kelembaban, cahaya dan ruang). Untuk spesies yang monoparental yaitu berkembangbiak secara partenogenetik tidak begitu menjadi masalah, tetapi bagi parasit yang bertipe biparental bila populasi tidak normal, maka sebagian besar keturunannya adalah jantan.

2.     PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS AGENS HAYATI

A.    Pengertian Pengendalian Hayati dan Musuh Alami

1)      Pengertian Pengendalian Hayati
Pengendalian Hayati adalah teknik pengendalian OPT dengan melibatkan peranan musuh alami dari OPT tersebut. Pada pengendalaian ini populasi OPT maupun populasi musuh alami baik berupa organisme vertebrate (predator) maupun organisme invertebrate (pathogen, parasitoid dan agens antagonis) diatur keberadaannya, sehingga kepadatan populasi OPT tersebut berada dalam keseimbangan ekologis yang tidak menyebabkan kerusakan tanaman.

2)      Pengertian Musuh Alami
Musuh alami adalah setiap organisme yang dalam kelangsungan hidupnya memangsa/menumpang pada tubuh organisme lain atau setiap organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian OPT. Musuh alami dapat berupa vertebrate (mamalia, aves, reptilia), invertebrata (insekta, virus, ricketsia, mikoplasma) dan organisme lainnya.

B.     Jenis-Jenis Musuh Alami/Agens Hayati

Musuh alami dikelompokkan dalam :

1)      Parasit, yaitu organisme yang hidup diatas atau didalam organisme lain yang lebih besar yang merupakan inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa suatu parasit hanya memerlukan satu inang.

2)      Predator, yaitu organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya. Predator umumnya mempunyai banyak jenis mangsa (polifag), walaupun ada yang monofag atau oligofag. Untuk memenuhi perkembangannya seekor predator memerlukan lebih dari seekor mangsa.
3)      Patogen, yaitu  penyakit yang berupa organisme jasad renik, dapat berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, ricketsia dan nematode. OPT yang terserang pathogen menjadi terhambat pertumbuhan dan pembiakannya bhakan mati karena kemampuan untuk membunuh serta kecepatan berkembangbiaknya tinggi. 

Secara umum Musuh Alami/Agens Hayati dapat digolongkan sebagai berikut :
1)      Serangga Parasitoid
Sebagian besar jenis parasitoid tergolong dalam ordo Hymenoptera dan dalam jumlah kecil Diptera. Serangga parasitoid mempunyai perilaku mirip parasit. Berbeda dengan parasit, parasitoid mempunyai sifat antara lain :
-          Perkembangan parasitoid dapat mematikan inangnya.
-          Inangnya berada di dalam kelompok taksonomi yang sama dengan parasitoidnya yaitu insekta.
-          Ukuran parasitoid relative lebih kecil dibandingkan dengan inangnya.
-          Parasitoid hanya hidup sebagai parasit pada stadia larva, inangnya hidup bebas.
-          Parasitoid tidak menunjukkan sifat perpindahan inang (heterosisme)
-          Sebagai parameter dinamika populasi, aktivitas parasitoid lebih mirip dengan predator daripada parasit yang sesungguhnya.
Jenis parasitoid berdasarkan inangnya yaitu parasitoid telur, parasitoid larva, parasitoid pupa dan parasitoid imago.
Contoh : Parasitoid telur Trichogramma spp.

2)      Serangga Predator
Serangga predator adalah spesies entomofagus yang selama perkembangan hidupnya dari larva sampai menjadi imago, memangsa lebih dari satu individu mangsa. Contoh : laba-laba, kumbang kubah, belalang sembah dan sebagainya.

3)      Patogen Serangga Hama
Patogen serangga hama adalah jasad renik (mikro organisme) yang menginfeksi serangga hama. Contoh : cendawan, bakteri, virus, protozoa, mikoplasma dan nematoda.

4)      Hewan Vertebrata Pemangsa Hama
Vertebrata pemangsa hama adalah organisme yang tubuhnya memiliki rangka sempurna atau bertulang belakang yang hidupnya memangsa atau memakan hama. Contoh : burung hantu, kucing, anjing dan sebagainya.

5)      Agens Antagonis Penyebab Penyakit Tanaman
Agens antagonis adalah mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan pathogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Antagonisme berarti matinya, rusaknya atau terhambatnya pertumbuhan satu spesies mikroorganisme lain. Dimana terdapat hubungan saling berlawanan, ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan.
Contoh : Trichoderma spp Vs Fusarium spp.

C.    Ciri-Ciri Musuh Alami sebagai Agens Hayati yang Baik dan Efektif
1)      Mempunyai daya cari, virulensi dan infektivitas yang tinggi
2)      Mempunyai kekhususan inang
3)      Mempunyai potensi laju peningkatan yang tinggi
4)      Mempunyai kemampuan beradaptasi (menempati dan hidup) dengan baik pada semua nice inang (mampu beradaptasi pada kisaran luas kondisi iklim).
5)      Harus dapat dikembang-biakkan dalam kondisi laboratorium.

2.      PENGEMBANGAN PENGENDALIAN HAYATI DENGAN MEMANFAAT-KAN MUSUH ALAMI (AGENS HAYATI)
Selama beberapa tahun terakhir ini pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami (agens hayati) mendapatkan perhatian besar dan perbanyakannya telah dilakukan oleh Perguruan Tinggi, Balai Penelitian, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit maupun petani, bahkan sebagian telah diproduksi secara komersial.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan agens hayati untuk menunjang pengembangan dan pemanfaatannya dalam jumlah banyak dan memenuhi syarat kualitas yang baik tanpa terkontaminasi, maka perlu perbanyakan/ pengembangbiakan agens hayati secara missal dengan teknik-teknik perbanyakan yang telah diterapkan melalui prosedur yang benar.
 Dalam pengembangan agens hayati perlu ditempuh langkah-langkah berikut :
a)      Eksplorasi, isolasi dan identifikasi
b)      Uji efektivitas
c)      Uji keamanan
d)     Uji kestabilan
e)      Uji potensi produksi massal
f)       Formulasi agens antagonis yang efisien dan efektif
g)      Uji kestabilan dalam bentuk formulasi dan lama simpan
h)      Uji potensi pasar
i)        Evaluasi biaya produksi
j)        Analisis perolej enfestasi
k)      Pengujian lapangan
l)        Membuat hak paten
m)    Komersialisasi dan pemasyarakatan produk (biopestisida)

3.      PROSPEK PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang telah tersedia di alam perlu mendapatkan perhatian. Mengingat sesuai dengan konsepsi dasar pengendalian hama terpadu (PHT), pengendalian hayati memegang peranan yang menentukan karena semua usaha teknik pengendalian yang lain secara bersama ditujukan untuk mempertahankan dan memperkuat berfungsinya musuh alami, sehingga populasi hama tetap berada di bawah aras ekonomis Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama pestisida, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman dan ekonomis.
Permanen dikarenakan pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi lebih mapan dan selanjutnya secara alam musuh alami akan mampu menjaga populasi hama dalam keadaan yang seimbang dibawah aras ekonomik dalam jangka waktu yang panjang.
Aman dikarenakan pengendalian hayati tidak meiliki dampak samping terhadap lingkungan terutama terhadap serangga atau organisme bukan sasaran, karena musuh alami biasanya adalah khas inang.
Pengendalian hayati dikatakan ekonomis dikarenakan begitu usaha tersebut berhasil, maka tidak diperlukan lagi tambahan biaya khusus untuk pengendalian OPT dan hanya menghindari tindakan-tindakan yang merugikan perkembangan musuh alami.
Dengan memperhatikan kelebihan tersebut, maka pengendalian hayati mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam menanggulangi OPT. Dengan diterapkannya pengendalian hayati diharapkan akan diperoleh produk pertanian yang aman bagi konsumen dalam kaitannya dengan residu pestisida terutama produk yang berorientasi ekspor, serta ramah lingkungan.
Namun demikian disamping mempunyai kelebihan, pengendalian hayati juga memiiki kelemahan yaitu pengendalian terhadap OPT berjalan lambat, hasilnya tidak dapat diramalkan, memerlukan waktu untuk perbanyakan dan penggunaannya serta dibutuhkan pengawasan pakar dalam bidangnya. Untuk itulah dalam penerapan pengendalian hayati harus selalu dikawal dengan teknologi aplikasi yang tepat agar keberhasilannya dapat terlihat dengan nyata, serta memodifikasi lingkungan untuk meningkatkan efektivitas musuh alami.
 
D.    RANGKUMAN
Pengendalian hayati (biological control) adalah taktik pengendalian yang alamiah, karena menggunakan factor pengendali yang sudah ada di alam. Namun perlu dibedakan dengan pengendalian alami (natural control) yaitu merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia, dengan kata lain terjadinya tidak hanya oleh karena bekerjanya musuh alami saja, tetapi juga oleh komponen ekosistem lainnya seperti makanan dan cuaca. Sedangkan pengendalian hayati merupakan taktik pengelolaan hama yang kita lakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama dan penyebab penyakit.
Musuh alami dikelompokkan dalam :
1)      Parasit, yaitu organisme yang hidup diatas atau didalam organisme lain yang lebih besar yang merupakan inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa suatu parasit hanya memerlukan satu inang.
2)      Predator, yaitu organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya. Predator umumnya mempunyai banyak jenis mangsa (polifag), walaupun ada yang monofag atau oligofag. Untuk memenuhi perkembangannya seekor predator memerlukan lebih dari seekor mangsa.
3)      Patogen, yaitu  penyakit yang berupa organisme jasad renik, dapat berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, ricketsia dan nematode. OPT yang terserang pathogen menjadi terhambat pertumbuhan dan pembiakannya bhakan mati karena kemampuan untuk membunuh serta kecepatan berkembangbiaknya tinggi. 
Ciri-Ciri Musuh Alami sebagai Agens Hayati yang Baik dan Efektif
1)      Mempunyai daya cari, virulensi dan infektivitas yang tinggi
2)      Mempunyai kekhususan inang
3)      Mempunyai potensi laju peningkatan yang tinggi
4)      Mempunyai kemampuan beradaptasi (menempati dan hidup) dengan baik pada semua nice inang (mampu beradaptasi pada kisaran luas kondisi iklim).
5)      Harus dapat dikembang-biakkan dalam kondisi laboratorium.
Langkah-langkah dalam pengembangan agens hayati  :
1)      Eksplorasi, isolasi dan identifikasi
2)      Uji efektivitas
3)      Uji keamanan
4)      Uji kestabilan
5)      Uji potensi produksi missal
6)      Formulasi agens antagonis yang efisien dan efektif
7)      Uji kestabilan dalam bentuk formulasi dan lama simpan
8)      Uji potensi pasar
9)      Evaluasi biaya produksi
10)  Analisis perolej enfestasi
11)  Pengujian lapangan
12)  Membuat hak paten
13)  Komersialisasi dan pemasyarakatan produk (biopestisida)

Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama pestisida, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman dan ekonomis.


 EVALUASI AGENS HAYATI 


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN
PENGGUNAAN AGENS HAYATI

Virulensi dari cendawan Beauveria bassiana dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal yaitu jenis isolat maupun faktor eksternal antara lain jenis medium untuk perbanyakan cendawan, teknik perbanyakan atau faktor lingkungan yang kurang mendukung dan teknik pemantauan terhadap keberhasilan penggunaan cendawan yang belum baku.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap penggunaan cendawan B. bassiana antara lain suhu, kelembaban dan sinar ultra violet (UV). Peningkatan suhu akan meningkatkan daya kecambah spora sampai suhu optimal, selanjutnya akan mengalami penurunan. Pemanasan sampai 55oC selama 10 menit, spora masih mampu berkecambah 9,56 – 14,67%. Lama penyinaran UV berpengaruh menurunkan perkecambahan spora B. Bassiana.
Demikian halnya B. bassiana, virulensi Metarhizium anisopliae juga sangat dipengaruhi oleh jenis isolat maupun jenis medium perbanyakan yang digunakan. Sedangkan faktor lingkungan yang juga sangat berpengaruh adalah suhu, kelembaban dan sinar ultra violet.
Sedangkan beberapa hal yang mempengaruhi hasil aplikasi Nematoda Entomopatogen (NEP) di lapangan yang menjadikan indikator keberhasilan evaluasi aplikasi adalah sebagai berikut :
1.     Waktu aplikasi, dilakukan pada pagi hari atau sore hari untuk menghindari terkena langsung sinar ultraviolet.
2.     Penyemprotan yang lebih dari 3 kali per bulan memberikan dampak negatif terhadap jumlah pengeluaran biaya yang dikeluarkan, sehingga hasilnya tidak efisien.

Perkembangan penyakit tanaman sangat didukung oleh tersedianya inang yang rentan, patogen yang virulen dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan patogen. Interaksi antara 3 komponen tersebut (inang-patogen-lingkungan) pada patosistem alamiah dikenal dengan istilah segitiga penyakit. Tiga komponen tersebut merupakan komponen yang mendasari terjadinya perkembangan suatu penyakit. Pada patosistem pertanian, manusia berperan mempengaruhi komponen-komponen dasar yang saling berinteraksi tersebut dan memungkinkan untuk  terjadinya epidemi penyakit. Manusia dapat merekayasa inang dan memanipulasi lingkungan. Interaksi antara manusia dengan komponen-komponen tersebut dalam ekosistem disebut dengan segiempat penyakit.
Suatu penyakit tidak akan timbul apabila faktor lingkungan tidak membantu. Pengaruh faktor lingkungan dapat membantu atau menghambat perkembangan dan penyebaran penyakit. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tanaman baik melalui pengaruhnya terhadap inang. Pengaruhnya terhadap patogen antara lain terhadap (1) kemampuan patogen bertahan dalam keadaan dorman dari musim ke musim, (2) pembentukan inokulum primer maupun sekunder, (3) penyebaran, perkecambahan dan penetrasi inokulum dan inang, (4) antagonisme dalam tanah. Pengaruhnya terhadap inang terutama terhadap kerentanan atau ketahanan inang (sebelum terinfeksi) dan perkembangan penyakit setelah inang terinfeksi.
Faktor lingkungan seperti cuaca (suhu, cahaya, kelembaban) dan kondisi tanah (hara makro dan mikro, keasaman tanah, bahan organik) dapat berpengaruh menghambat dan atau mempercepat perkembangan penyakit tanaman tertentu. Beberapa penyakit yang perkembangannya sangat dipengaruhi faktor lingkungan yaitu penyakit bulai (Perenosclerospora maydis) pada jagung yang hanya dijumpai di dataran rendah, penyakit akar hitam pada teh (Rosellinia arcuata) hanya terdapat pada tanah muda (penyakit bercak daun pada bit gula (Cercospora berticola) yang berkembang baik pada daerah dengan suhu rendah dan penyakit layu bakteri pada kentang, tomat, tembakau dan lada yang banyak terjadi di daerah yang panas.
Perkembangan penyakit virus seperti Tobacco Mosaic Virus (TMV), Potato Mosaic Virus, Cabbage Virus dan Potato Yellow Dwarf Virus dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang paling baik untuk perkembangan penyakit tersebut 20 – 25oC. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah seperti “damping off” (Pythium sp, Fusarium sp, Rhizoctonia sp) dan penyakit akar gada pada kubis (Plasmodiospora brassicae) intensitasnya meningkat dengan meningkatnya kelembaban tanah. Sebaliknya penyakit kubis pada kentang (Streptomyces scabies) justru berkembang pada kondisi kering. Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap jumlah spora fungi yang berkecambah, kecepatan dan tipe perkecambahan spora, serta aktivitas spora fungi.
Perkembangan P. Brassicae selain didukung oleh kelembaban yang tinggi juga oleh kondisi tanah asam (pH rendah), sebaliknya kondisi tersebut menekan perkembangan S. Scabies.
Cahaya dapat merancang reproduksi seksual dan aseksual pada sebagian besar fungi. Sinar ultraviolet (UV) umumnya merangsang terjadinya sporulasi, sebaliknya cahaya merah jarang dapat merangsang sporulasi. Sebagian besar fungi yang peka terhadap cahaya akan bersporulasi jika terkena cahaya secara terus menerus, tetapi ada juga yang bersifat sporulator diurnal. Fungi jenis terakhir tersebut memerlukan periode gelap dan periode terang secara bergantian. Pencahayaan diperlukan untuk memulai pembentukan konidiofor. Selanjutnya proses terjadinya spora pada tahap berikutnya hanya dapat terjadi jika keadaan tidak ada cahaya.
PERILAKU DAN GEJALA HAMA YANG TERINFEKSI ENTOMOPATOGEN

  1. Beauveria bassiana
Koloni jamur berwarna putih dengan kenampakan seperti tepung, konidiofora mengembung di bagian dasar dan meruncing di bagian tempat spora melekat sehingga nampak seperti zig-zag setelah spora dihasilkan, konidia hialin, bulat bersel satu dan kering, terbentuk sendiri-sendiri pada stigma yang pendek. Ukuran spora 2 – 3 X 2 – 4 mikro meter.
Hama/ulat yang terserang B. Bassiana menunjukkan perilaku dan gejala malas, nafsu makan menurun, seluruh tubuh ditumbuhi oleh koloni jamur warna putih, tubuh mengeras dan kaku.

  1. Metarhizium anisopliae
Koloni jamur berwarna hijau tua sampai hijau kekuningan dengan kenampakan seperti tepung yang muncul dari miselium berwarna putih. Konidia berbentuk silindris sampai ellips dengan ujung membulat dengan ukuran 4,5 – 8,5 X 2,5 – 4 mikro meter.
Hama/ulat yang terserang M. Anisopliae menunjukkan perilaku dan gejala gerakan lambat, nafsu makan berkurang, seluruh tubuh ditumbuhi oleh koloni jamur berwarna hijau tua – gelap, tubuh mengeras dan kaku.

  1. Nuclear Polyhidrosis Virus
Perilaku dan gejala yang khas pada hama/ulat yang terserang oleh virus NPV adalah gerakan menjadi lamban, malas, nafsu makan berkurang, tubuh menggembung, warna kulit pucat mengkilat dan suka menggantung dengan kepala menghadap ke bawah pada salah satu daun.
 
  1. Nematoda Entomo Patogen (NEP)
Perilaku dan gejala dari hama/ulat yang terserang oleh nematoda entomopatogen secara keseluruhan adalah gerakan lamban bahkan berhenti, warna kulit ulat berubah menjadi caramel (cokelat hitam) yang terserang Steinernema spp dan warna merah-merah tua yang terserang Heterorhabditis spp.


IDENTIFIKASI AGENS HAYATI  


IDENTIFIKASI MIKROORGANISME
(AGENS) ANTAGONIS


A.   Cendawan Trichoderma sp.

Pada media buatan, cendawan ini membentuk koloni berwarna putih, kekuningan atau hijau. Ciri mikroskopik dari cendawan ini adalah percabangan konidiofornya banyak, hifa dan konidiofornya hialin, pada ujung konidiofor tumbuh sel-sel yang menyerupai botol (fialid), fialidnya tunggal atau membentuk kumpulan, konidianya bersel tunggal, hialin dan berbentuk ovoid (gambar 1). Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik Trichoderma sp. Yang dikemukakan oleh Barnet (1960).
Ciri-ciri Trichoderma sp secara umum adalah hifa bersekat, konidiofor berbentuk salib, konidia lonjong atau bulat telur dan warna koloni adalah hijau gelap.
Sifat-sifat dari cendawan Trichoderma sp adalah :
1)    Dapat ditemukan pada berbagai tempat
2)    Mudah diisolasi dan dibiakkan
3)    Cepat tumbuh pada berbagai substrat
4)    Spektrumnya luas
5)    Mempunyai daya kompetitif
6)    Mampu memproduksi antibiotic/gliotoksin/viridian
7)    Koloni warna hijau gelap
8)    Bersifat saprofit tanah dan menjadi parasit patoge

B.   Cendawan Gliocladium sp.
Koloni cendawan ini berwarna hijau lumut dengan pertumbuhan cepat, merata dan menyebar pada permukaan media PDA. Genus cendawan ini memiliki konidiofor lurus dan bercabang-cabang pada ujungnya. Percabangan hifanya kompak dan membentuk struktur penicilliate. Konidianya berbentuk bulat, hialin dan membentuk suatu kumpulan spora yang diselimuti lender (gambar 2). Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik Gliocladium sp yang dikemukakan oleh Barnet (1960). Menurut Domsch, Gams dan Anderson (1980), karakteristik Gliocladium sp ialah konidiofornya berbentuk kuas padat (penicillate), konidia bersel satu, hialin atau terpigmen cerah berdinding halus. Disamping konidiofornya berbentuk kuas, ada juga konidiofor terpusat sederhana (verticillate).
Ciri-ciri Gliocladium sp secara umum adalah hifa bersekat, konidiofor berbentuk ramping bercabang, konidia lonjong atau bulat telur dan warna koloni adalah hijau muda/lumut.
Sifat-sifat dari cendawan Gliocladium sp adalah :
1.    Mampu bertahan lama dalam tanah (soil inhabitor)
2.    Mampu menguraikan sisa tanaman dan mampu mengubah sifat tanah, sehingga jadi unsur yang tersedia
3.    Mampu meningkatkan produksi tanaman
4.    Mampu memproduksi antibiotic/gliotoksin/viridin
5.    Koloni warna hijau lumut
6.    Bersifat saprofit tanah dan menjadi parasit patogen

C.   Cendawan Aspergillus sp.
Genus cendawan ini memiliki konidiofor tegak lurus, sederhana dan pada ujungnya berbentuk bulat (globose) atau clavate. Pada ujung konidiofor berbentuk fialid yang merupakan tempat tumbuh konidia. Konidia berbentuk bulat dan dihasilkan secara basipetal (gambar 3). Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik Aspergillus sp yang dikemukan oleh Barnet (1960). Karakteristik lain dari cendawan ini yang dikemukakan oleh Domsch, Gams dan Anderson (1980) ialah adanya konidiofor yang kaku pada bagian ujungnya biasanya ditutupi oleh lapisan palisade seperti selaput dari fialid yang disebut sterigmata atau ditutupi oleh selaput sel-sel subtending (metule). Metule dan fialid menghasilkan rantai konidia secara basipetal.

D.   Cendawan Penicellium sp.

Genus cendawan ini memiliki konidiofor yang dibentuk pada miselium tunggal, pembentukan konidia secara apparatus, diujung fialid terdapat konidia yang tersusun seperti rantai, konidia hialin atau berwarna mengkilat, konidia berbentuk globose atau ovoid dan dihasilkan secara basipetal. Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik Penicellium sp yang dikemukakan oleh Barnet  (1960). Karakteristik lain dari cendawan ini menurut Domsch, Gams dan Anderson (1980), yaitu konidiofornya berbentuk penicilliate, percabangan utamanya merupakan fialid berbentuk verticilliate yang sering disebut sterigmata dan fialid menghasilkan rantai konidia secara basipetal.

E.   Bakteri Pseudomonas fluorecens.

Pada media Kings B agar dimana kandungan ion besinya rendah,  spesies-spesies bakteri Pseudomonas spp. kelompok fluorecens mampu menghasilkan pigmen fluorecens berwarna hijau terang atau hijau kebiruan. Pigmen-pigmen tersebut biasanya dikeluarkan oleh spesies-spesies bakteri penghasil antibiotic (Anas, 1989). Koloni berbentuk bulat, bertepi rata dan berpendar kuning kehijauan setelah 24 jam diinkubasikan pada suhu kamar. Pigmen fluorecens merupakan salah satu variable yang membedakan bakteri Pseudomonas fluorecens dengan bakteri lain. Dengan pengecatan negative menunjukkan bakteri berbentuk batang dan gram negative dengan ukuran 0,7 – 0,9 X 1,6 – 2,4 µm. Berdasarkan pengujian terhadap pewarmaan flagel yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sel-sel bakteri mempunyai flagel polar.
Sifat-sifat dari bakteri Pseudomonas fluorecens adalah :
1.    Mampu menghasilkan antibiotic dan siderofor
2.    Mampu mengkoloni akar dengan dominasi yang tinggi
3.    Menghasilkan enzim khitinase
4.    Cepat berkembang dan membutuhkan nutrient sederhana.
5.    Mempunyai kemampuan metabolisme bahan organic pada kisaran yang luas
6.    Dapat memacu auksin, giberilin dan vitamin
7.    Bersifat pengimbas ketahanan dengan akumulasi protein, terpenoid, fitoaleksin dan fenol

MEKANISME PENGENDALIAN HAYATI DENGAN   
AGENS ANTAGONIS


A.   ANTAGONISME

Penggunaan mikrobia sebagai agens antagonis terhadap pathogen tumbuhan sudah mulai dikembangkan baik dari golongan bakteri, jamur, virus dan nematode. Antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain (misalnya pada patogen sasaran) yang tumbuh dan berasosiasi dengannya.
Mikrobia yang banyak digunakan untuk menekan pathogen adalah dari golongan jamur dan bakteri. Beberapa jamur yang menjadi antagonis adalah Trichoderma spp, Gliocladium spp, Aspergillus sp, dan Penicellium sp. Sedangkan dari golongan bakteri adalah Pseudomonas fluorecens, Bacillus spp, Agrobacterium spp dan Streptomyces sp.
Mikroba tersebut mempunyai mekanisme antagonisme yang khusus, baik antar genus, antar spesies dan antar strain, melalui :
1.    Kompetisi
Yaitu kompetisi nutrisi atau yang lain dalam jumlah yang terbatas tetapi diperlukan oleh patogen. Agens antagonis sebagai kompetitor dapat memanfaatkan nutrisi yang ada lebih cepat, sehingga dapat berkembang lebih cepat sehingga nutrisi kurang tersedia bagi pathogen.
Jamur Trichoderma spp mempunyai kemampuan berkembang lebih cepat, baik secara in vitro maupun in vivo, sehingga patogen akan terhambat perkembangannya.
2.    Antibiosis
Yaitu sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi patogen.
Agens antagonis seperti Trichoderma harzianum, Gliocladium roseum, Penicellium sp dan beberapa golongan bakteri dapat mengeluarkan senyawa antibiotik ke lingkungannya.
Adanya senyawa antibiotik ini dapat menyebabkan endolisis yaitu rusaknya sitoplasma patogen karena aktifnya enzim tertentu dari sel itu sendiri dan rusaknya nutrisi tertentu di dalam sitoplasma.
3.    Mikoparasit
Yaitu bentuk lain dari eksploitasi langsung terhadap patogen oleh mikroorganisme yang lain.
Jamur yang sudah dikenal mempunyai mekanisme mikoparasit adalah dari golongan Trichoderma dan Gliocladium. T. Koningii akan membelit keseluruhan hifa dari Rhizoctonia microporus sehingga penetrasi dari miselia patogen tidak terjadi dan T. Koningii tersebut akan tumbuh di daerah pertumbuhan hifa inang patogen tersebut.

B.   KETAHANAN TERIMBAS (INDUCED RESISTANCE)

Ketahanan terimbas adalah ketahanan yang bekembang setelah tanaman yang bersifat rentan berinteraksi dengan bahan pengimbas.
Adapun bahan pengimbas yang disebut sebagai elisitor atau inducer berupa jasad non patogenik, patogen avirulen atau berupa bahan kimia. Pengimbas yang berupa senyawa kimia sebaiknya dihindari karena sebagian besar berupa fungisida sistemik.
Mekanisme tanggapan tanaman yang terkait dengan pengimbasan ketahanan adalah perubahan struktural tanaman inang, pembentukan senyawa antifungal, pembentukan protein pertahanan, pembentukan enzim khitinase, lignifikasi dan reaksi hipersentitif.
Pseudomonas fluorecens adalah rhizobakteri yang mampu mengimbas ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium dan layu bakteri. Perbanyakan rhizobakteri tersebut adalah hal yang penting untuk produksi secara massal. Tapi jenis bakteri ini masih sulit untuk diformulasi karena tidak tahan kekeringan, sehingga perlu diformulasi secara basah yang lebih sulit untuk didistribusikan dibandingkan dengan formulasi kering.

C.   PROTEKSI SILANG (CROSS PROTECTION)

Tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit mengalami kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan in vivo dan dengan asam nitrit. Proteksi silang sudah banyak dilakukan di banyak negara, antara lain Taiwan dan Jepang.



Pusat Pelayana Agens Hayati




      Bumi Lestari Ngawi


Ingin melengkapi artikel ini? Silahkan tulis di kolom komentar. Karena keterbatasan waktu online, jika ingin bertanya seputar pertanian silahkan langsung SMS aja ke PPAH Bumi Lestari Ngawi di N0 (0351) 7073165 (SMS ONLY)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar