Salam Pertanian......!!!!!
Salam Kenal dari kami PPAH Bumi Lestari Ngawi
LINDUNGI KAMI DARI PENGGUNAAN PESTISIDA KARENA AKU ADALAH SAHABAT PETANI
Diposkan Oleh :
PUSAT PELAYANAN AGENS HAYATI BUMI LESTARI NGAWI
Sumber dari diklat pertanian berbasis ramah lingkungan
Sumber dari diklat pertanian berbasis ramah lingkungan
MENGENAL
AGENS HAYATI
1. PENGENDALIAN ORGANISME
PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT)
Perlindungan tanaman pada hakekatnya
adalah suatu rangkaian untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang
diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan melalui upaya pencegahan
masuknya OPT, pengendalian OPT dan eradikasi OPT.
Tindakan pengendalian dalam rangka
pencegahan maupun penanggulangan OPT dilaksanakan dengan cara cara fisik,
mekanik, budidaya, biologi genetik, kimiawi dan cara lain yang sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Dari berbagai tindakan pengendalian
OPT diatas, salah satu cara pengendalian yang dipandang mempunyai prospek untuk
dikembangkan adalah cara pengendalian hayati (biologi) dengan menggunakan musuh
alami (agens hayati).
Pengendalian hayati (biological control) adalah taktik
pengendalian yang alamiah, karena menggunakan factor pengendali yang sudah ada
di alam. Namun perlu dibedakan dengan pengendalian alami (natural control)
yaitu merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan
yang dilakukan oleh manusia, dengan kata lain terjadinya tidak hanya oleh
karena bekerjanya musuh alami saja, tetapi juga oleh komponen ekosistem lainnya
seperti makanan dan cuaca. Sedangkan pengendalian hayati merupakan taktik
pengelolaan hama yang kita lakukan secara
sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau
mengendalikan populasi hama
dan penyebab penyakit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penerapan pengendalian hayati adalah :
A. Teknik Pengendalian
Hayati
Secara garis besar ada dua prinsip pengendalian hayati,
yaitu :
1.
Introduksi (mendatangkan/mengimpor) musuh-musuh alami dari luar negeri / daerah
lain untuk dilepaskan di daerah baru. Introduksi dapat ditempuh apabila hama yang menyerang suatu tanaman pada umumnya menimbulkan eksplosi dan
diketahui hama tersebut bukan merupakan hama asli daerah tersebut.
Contoh : impor predator Curinus coeroleus
dari Hawai untuk mengendalikan kutu loncat lamtoro.
2.
Meningkatkan efektivitas
musuh-musuh alami yang telah ada di daerah wabah, dengan teknik sebagai berikut
:
- Konservasi
Yaitu suatu tindakan melestarikan musuh alami yang sudah
ada di daerah wabah, dengan cara mengatur ekosistem, perbaikan teknik bercocok
tanam dan penggunaan pestisida kimia yang sekecil mungkin mengganggu atau
mematikan musuh alami.
- Augmentasi
Yaitu suatu tindakan memperbanyak musuh alami dan untuk
selanjutnya dilepaskan secara berkala dengan maksud untuk meningkatkan
peranannya dalam menekan populasi hama
dan penyebab penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah :
-
Inokulasi : adalah pelepasan musuh
alami dalam jumlah relative sedikit dengan harapan pada generasi selanjutnya
akan menekan populasi hama
dan penyebab penyakit serta musuh alami tersebut relative menetap lebih lama.
-
Inundasi : adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah besar
dengan tujuan secara cepat dapat menekan populasi hama dan penyebab penyakit. Karena inundasi
lebih bersifat sesaat, maka pada satu musim tanam perlu dilakukan beberapa kali
pelepasan.
B. Pembiakan Massal Musuh
Alami
Dalam pengendalian hayati pada umumnya diperlukan
pembiakan massal dan untuk itu perlu diperhatikan :
1.
Penyediaan serangga inang dalam
jumlah yang cukup besar dan pada stadia yang sesuai. Dalam hal ini masalah yang
akan dihadapi adalah apabila inang yang bersangkutan sulit dibiakkan di
laboratorium karena sifatnya atau karena tanaman inangnya.
2.
Pengaturan fisik laboratorium,
agar sesuai dengan kehidupan inang dan musuh alaminya. Kesulitan dalam hal
populasi sering terjadi di laboratorium karena kondisi fisik yang tidak sesuai
(suhu, kelembaban, cahaya dan ruang). Untuk spesies yang monoparental yaitu berkembangbiak secara partenogenetik tidak begitu menjadi masalah, tetapi bagi parasit
yang bertipe biparental bila populasi
tidak normal, maka sebagian besar keturunannya adalah jantan.
2. PENGERTIAN DAN
JENIS-JENIS AGENS HAYATI
A. Pengertian Pengendalian
Hayati dan Musuh Alami
1)
Pengertian Pengendalian Hayati
Pengendalian Hayati adalah teknik pengendalian OPT
dengan melibatkan peranan musuh alami dari OPT tersebut. Pada pengendalaian ini
populasi OPT maupun populasi musuh alami baik berupa organisme vertebrate
(predator) maupun organisme invertebrate (pathogen, parasitoid dan agens
antagonis) diatur keberadaannya, sehingga kepadatan populasi OPT tersebut
berada dalam keseimbangan ekologis yang tidak menyebabkan kerusakan tanaman.
2)
Pengertian Musuh Alami
Musuh alami adalah setiap organisme yang dalam
kelangsungan hidupnya memangsa/menumpang pada tubuh organisme lain atau setiap
organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian
OPT. Musuh alami dapat berupa vertebrate (mamalia, aves, reptilia),
invertebrata (insekta, virus, ricketsia, mikoplasma) dan organisme lainnya.
B. Jenis-Jenis Musuh Alami/Agens
Hayati
Musuh alami dikelompokkan dalam :
1)
Parasit, yaitu organisme yang hidup diatas atau didalam organisme lain yang
lebih besar yang merupakan inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa suatu
parasit hanya memerlukan satu inang.
2)
Predator, yaitu organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa
binatang lainnya. Predator umumnya mempunyai banyak jenis mangsa (polifag),
walaupun ada yang monofag atau oligofag. Untuk memenuhi perkembangannya seekor
predator memerlukan lebih dari seekor mangsa.
3)
Patogen, yaitu penyakit yang berupa
organisme jasad renik, dapat berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, ricketsia
dan nematode. OPT yang terserang pathogen menjadi terhambat pertumbuhan dan
pembiakannya bhakan mati karena kemampuan untuk membunuh serta kecepatan
berkembangbiaknya tinggi.
Secara umum Musuh Alami/Agens Hayati dapat digolongkan
sebagai berikut :
1)
Serangga Parasitoid
Sebagian besar jenis parasitoid tergolong dalam ordo
Hymenoptera dan dalam jumlah kecil Diptera. Serangga parasitoid mempunyai
perilaku mirip parasit. Berbeda dengan parasit, parasitoid mempunyai sifat
antara lain :
-
Perkembangan parasitoid dapat
mematikan inangnya.
-
Inangnya berada di dalam kelompok
taksonomi yang sama dengan parasitoidnya yaitu insekta.
-
Ukuran parasitoid relative
lebih kecil dibandingkan dengan inangnya.
-
Parasitoid hanya hidup sebagai
parasit pada stadia larva, inangnya hidup bebas.
-
Parasitoid tidak menunjukkan
sifat perpindahan inang (heterosisme)
-
Sebagai parameter dinamika
populasi, aktivitas parasitoid lebih mirip dengan predator daripada parasit
yang sesungguhnya.
Jenis parasitoid berdasarkan inangnya yaitu parasitoid
telur, parasitoid larva, parasitoid pupa dan parasitoid imago.
Contoh : Parasitoid telur Trichogramma spp.
2)
Serangga Predator
Serangga predator adalah spesies entomofagus yang selama
perkembangan hidupnya dari larva sampai menjadi imago, memangsa lebih dari satu
individu mangsa. Contoh : laba-laba, kumbang kubah, belalang sembah dan
sebagainya.
3)
Patogen Serangga Hama
Patogen serangga hama
adalah jasad renik (mikro organisme) yang menginfeksi serangga hama. Contoh : cendawan,
bakteri, virus, protozoa, mikoplasma dan nematoda.
4)
Hewan Vertebrata Pemangsa Hama
Vertebrata pemangsa hama
adalah organisme yang tubuhnya memiliki rangka sempurna atau bertulang belakang
yang hidupnya memangsa atau memakan hama.
Contoh : burung hantu, kucing, anjing dan sebagainya.
5)
Agens Antagonis Penyebab Penyakit Tanaman
Agens antagonis adalah mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan pathogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Antagonisme
berarti matinya, rusaknya atau terhambatnya pertumbuhan satu spesies
mikroorganisme lain. Dimana terdapat hubungan saling berlawanan, ada pihak yang
diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan.
Contoh : Trichoderma
spp Vs Fusarium spp.
C. Ciri-Ciri Musuh Alami
sebagai Agens Hayati yang Baik dan Efektif
1)
Mempunyai daya cari, virulensi
dan infektivitas yang tinggi
2)
Mempunyai kekhususan inang
3)
Mempunyai potensi laju
peningkatan yang tinggi
4)
Mempunyai kemampuan beradaptasi
(menempati dan hidup) dengan baik pada semua nice inang (mampu beradaptasi pada kisaran luas kondisi iklim).
5)
Harus dapat dikembang-biakkan
dalam kondisi laboratorium.
2.
PENGEMBANGAN
PENGENDALIAN HAYATI DENGAN MEMANFAAT-KAN MUSUH ALAMI (AGENS HAYATI)
Selama beberapa tahun terakhir ini
pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami (agens hayati) mendapatkan
perhatian besar dan perbanyakannya telah dilakukan oleh Perguruan Tinggi, Balai
Penelitian, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit maupun petani, bahkan
sebagian telah diproduksi secara komersial.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan agens
hayati untuk menunjang pengembangan dan pemanfaatannya dalam jumlah banyak dan
memenuhi syarat kualitas yang baik tanpa terkontaminasi, maka perlu
perbanyakan/ pengembangbiakan agens hayati secara missal dengan teknik-teknik
perbanyakan yang telah diterapkan melalui prosedur yang benar.
Dalam pengembangan agens hayati perlu ditempuh
langkah-langkah berikut :
a)
Eksplorasi, isolasi dan
identifikasi
b)
Uji efektivitas
c)
Uji keamanan
d)
Uji kestabilan
e)
Uji potensi produksi massal
f)
Formulasi agens antagonis yang
efisien dan efektif
g)
Uji kestabilan dalam bentuk
formulasi dan lama simpan
h)
Uji potensi pasar
i)
Evaluasi biaya produksi
j)
Analisis perolej enfestasi
k)
Pengujian lapangan
l)
Membuat hak paten
m)
Komersialisasi dan
pemasyarakatan produk (biopestisida)
3.
PROSPEK
PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati dengan
memanfaatkan musuh alami yang telah tersedia di alam perlu mendapatkan perhatian.
Mengingat sesuai dengan konsepsi dasar pengendalian hama terpadu (PHT),
pengendalian hayati memegang peranan yang menentukan karena semua usaha teknik
pengendalian yang lain secara bersama ditujukan untuk mempertahankan dan
memperkuat berfungsinya musuh alami, sehingga populasi hama tetap berada di
bawah aras ekonomis Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain
terutama pestisida, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen,
aman dan ekonomis.
Permanen dikarenakan pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi
lebih mapan dan selanjutnya secara alam musuh alami akan mampu menjaga populasi
hama dalam
keadaan yang seimbang dibawah aras ekonomik dalam jangka waktu yang panjang.
Aman dikarenakan pengendalian hayati tidak meiliki dampak samping
terhadap lingkungan terutama terhadap serangga atau organisme bukan sasaran,
karena musuh alami biasanya adalah khas inang.
Pengendalian hayati dikatakan ekonomis
dikarenakan begitu usaha tersebut berhasil, maka tidak diperlukan lagi tambahan
biaya khusus untuk pengendalian OPT dan hanya menghindari tindakan-tindakan
yang merugikan perkembangan musuh alami.
Dengan memperhatikan kelebihan
tersebut, maka pengendalian hayati mempunyai prospek yang baik untuk
dikembangkan dalam menanggulangi OPT. Dengan diterapkannya pengendalian hayati
diharapkan akan diperoleh produk pertanian yang aman bagi konsumen dalam
kaitannya dengan residu pestisida terutama produk yang berorientasi ekspor,
serta ramah lingkungan.
Namun demikian disamping mempunyai
kelebihan, pengendalian hayati juga memiiki kelemahan yaitu pengendalian
terhadap OPT berjalan lambat, hasilnya tidak dapat diramalkan, memerlukan waktu
untuk perbanyakan dan penggunaannya serta dibutuhkan pengawasan pakar dalam
bidangnya. Untuk itulah dalam penerapan pengendalian hayati harus selalu
dikawal dengan teknologi aplikasi yang tepat agar keberhasilannya dapat
terlihat dengan nyata, serta memodifikasi lingkungan untuk meningkatkan
efektivitas musuh alami.
D. RANGKUMAN
Pengendalian hayati (biological control) adalah taktik
pengendalian yang alamiah, karena menggunakan factor pengendali yang sudah ada
di alam. Namun perlu dibedakan dengan pengendalian alami (natural control)
yaitu merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan
yang dilakukan oleh manusia, dengan kata lain terjadinya tidak hanya oleh
karena bekerjanya musuh alami saja, tetapi juga oleh komponen ekosistem lainnya
seperti makanan dan cuaca. Sedangkan pengendalian hayati merupakan taktik
pengelolaan hama yang kita lakukan secara
sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau
mengendalikan populasi hama
dan penyebab penyakit.
Musuh alami dikelompokkan dalam :
1)
Parasit, yaitu organisme yang hidup diatas atau didalam organisme lain yang
lebih besar yang merupakan inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa suatu
parasit hanya memerlukan satu inang.
2)
Predator, yaitu organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa
binatang lainnya. Predator umumnya mempunyai banyak jenis mangsa (polifag),
walaupun ada yang monofag atau oligofag. Untuk memenuhi perkembangannya seekor
predator memerlukan lebih dari seekor mangsa.
3)
Patogen, yaitu penyakit yang berupa
organisme jasad renik, dapat berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, ricketsia
dan nematode. OPT yang terserang pathogen menjadi terhambat pertumbuhan dan
pembiakannya bhakan mati karena kemampuan untuk membunuh serta kecepatan
berkembangbiaknya tinggi.
Ciri-Ciri Musuh Alami sebagai Agens
Hayati yang Baik dan Efektif
1)
Mempunyai daya cari, virulensi
dan infektivitas yang tinggi
2)
Mempunyai kekhususan inang
3)
Mempunyai potensi laju
peningkatan yang tinggi
4)
Mempunyai kemampuan beradaptasi
(menempati dan hidup) dengan baik pada semua nice inang (mampu beradaptasi pada kisaran luas kondisi iklim).
5)
Harus dapat dikembang-biakkan
dalam kondisi laboratorium.
Langkah-langkah dalam pengembangan
agens hayati :
1)
Eksplorasi, isolasi dan
identifikasi
2)
Uji efektivitas
3)
Uji keamanan
4)
Uji kestabilan
5)
Uji potensi produksi missal
6)
Formulasi agens antagonis yang
efisien dan efektif
7)
Uji kestabilan dalam bentuk
formulasi dan lama simpan
8)
Uji potensi pasar
9)
Evaluasi biaya produksi
10)
Analisis perolej enfestasi
11)
Pengujian lapangan
12)
Membuat hak paten
13)
Komersialisasi dan
pemasyarakatan produk (biopestisida)
Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama
pestisida, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen,
aman dan ekonomis.
EVALUASI AGENS HAYATI
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN
PENGGUNAAN AGENS HAYATI
Virulensi
dari cendawan Beauveria bassiana
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal yaitu jenis isolat
maupun faktor eksternal antara lain jenis medium untuk perbanyakan cendawan,
teknik perbanyakan atau faktor lingkungan yang kurang mendukung dan teknik
pemantauan terhadap keberhasilan penggunaan cendawan yang belum baku.
Faktor
lingkungan sangat berpengaruh terhadap penggunaan cendawan B. bassiana antara lain suhu, kelembaban dan sinar ultra violet
(UV). Peningkatan suhu akan meningkatkan daya kecambah spora sampai suhu
optimal, selanjutnya akan mengalami penurunan. Pemanasan sampai 55oC
selama 10 menit, spora masih mampu berkecambah 9,56 – 14,67%. Lama penyinaran
UV berpengaruh menurunkan perkecambahan spora B. Bassiana.
Demikian
halnya B. bassiana, virulensi Metarhizium anisopliae juga sangat
dipengaruhi oleh jenis isolat maupun jenis medium perbanyakan yang digunakan.
Sedangkan faktor lingkungan yang juga sangat berpengaruh adalah suhu,
kelembaban dan sinar ultra violet.
Sedangkan
beberapa hal yang mempengaruhi hasil aplikasi Nematoda Entomopatogen (NEP) di
lapangan yang menjadikan indikator keberhasilan evaluasi aplikasi adalah
sebagai berikut :
1.
Waktu
aplikasi, dilakukan pada pagi hari atau sore hari untuk menghindari terkena
langsung sinar ultraviolet.
2.
Penyemprotan
yang lebih dari 3 kali per bulan memberikan dampak negatif terhadap jumlah
pengeluaran biaya yang dikeluarkan, sehingga hasilnya tidak efisien.
Perkembangan
penyakit tanaman sangat didukung oleh tersedianya inang yang rentan, patogen
yang virulen dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan patogen.
Interaksi antara 3 komponen tersebut (inang-patogen-lingkungan) pada patosistem
alamiah dikenal dengan istilah segitiga penyakit. Tiga komponen tersebut merupakan
komponen yang mendasari terjadinya perkembangan suatu penyakit. Pada patosistem
pertanian, manusia berperan mempengaruhi komponen-komponen dasar yang saling
berinteraksi tersebut dan memungkinkan untuk
terjadinya epidemi penyakit. Manusia dapat merekayasa inang dan
memanipulasi lingkungan. Interaksi antara manusia dengan komponen-komponen
tersebut dalam ekosistem disebut dengan segiempat penyakit.
Suatu
penyakit tidak akan timbul apabila faktor lingkungan tidak membantu. Pengaruh
faktor lingkungan dapat membantu atau menghambat perkembangan dan penyebaran
penyakit. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tanaman
baik melalui pengaruhnya terhadap inang. Pengaruhnya terhadap patogen antara
lain terhadap (1) kemampuan patogen bertahan dalam keadaan dorman dari musim ke
musim, (2) pembentukan inokulum primer maupun sekunder, (3) penyebaran,
perkecambahan dan penetrasi inokulum dan inang, (4) antagonisme dalam tanah.
Pengaruhnya terhadap inang terutama terhadap kerentanan atau ketahanan inang
(sebelum terinfeksi) dan perkembangan penyakit setelah inang terinfeksi.
Faktor
lingkungan seperti cuaca (suhu, cahaya, kelembaban) dan kondisi tanah (hara
makro dan mikro, keasaman tanah, bahan organik) dapat berpengaruh menghambat
dan atau mempercepat perkembangan penyakit tanaman tertentu. Beberapa penyakit
yang perkembangannya sangat dipengaruhi faktor lingkungan yaitu penyakit bulai
(Perenosclerospora maydis) pada
jagung yang hanya dijumpai di dataran rendah, penyakit akar hitam pada teh (Rosellinia arcuata) hanya terdapat pada
tanah muda (penyakit bercak daun pada bit gula (Cercospora berticola) yang berkembang baik pada daerah dengan suhu
rendah dan penyakit layu bakteri pada kentang, tomat, tembakau dan lada yang
banyak terjadi di daerah yang panas.
Perkembangan
penyakit virus seperti Tobacco Mosaic
Virus (TMV), Potato Mosaic Virus,
Cabbage Virus dan Potato Yellow Dwarf Virus dipengaruhi
oleh suhu. Suhu yang paling baik untuk perkembangan penyakit tersebut 20 – 25oC.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah seperti “damping off” (Pythium sp, Fusarium sp, Rhizoctonia sp) dan penyakit akar gada
pada kubis (Plasmodiospora brassicae) intensitasnya meningkat
dengan meningkatnya kelembaban tanah. Sebaliknya penyakit kubis pada kentang (Streptomyces scabies) justru berkembang
pada kondisi kering. Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap jumlah
spora fungi yang berkecambah, kecepatan dan tipe perkecambahan spora, serta
aktivitas spora fungi.
Perkembangan
P. Brassicae selain didukung oleh
kelembaban yang tinggi juga oleh kondisi tanah asam (pH rendah), sebaliknya
kondisi tersebut menekan perkembangan S.
Scabies.
Cahaya
dapat merancang reproduksi seksual dan aseksual pada sebagian besar fungi.
Sinar ultraviolet (UV) umumnya merangsang terjadinya sporulasi, sebaliknya
cahaya merah jarang dapat merangsang sporulasi. Sebagian besar fungi yang peka
terhadap cahaya akan bersporulasi jika terkena cahaya secara terus menerus,
tetapi ada juga yang bersifat sporulator
diurnal. Fungi jenis terakhir tersebut memerlukan periode gelap dan periode
terang secara bergantian. Pencahayaan diperlukan untuk memulai pembentukan
konidiofor. Selanjutnya proses terjadinya spora pada tahap berikutnya hanya
dapat terjadi jika keadaan tidak ada cahaya.
PERILAKU DAN GEJALA HAMA YANG TERINFEKSI ENTOMOPATOGEN
- Beauveria bassiana
Koloni
jamur berwarna putih dengan kenampakan seperti tepung, konidiofora mengembung
di bagian dasar dan meruncing di bagian tempat spora melekat sehingga nampak
seperti zig-zag setelah spora dihasilkan, konidia hialin, bulat bersel satu dan
kering, terbentuk sendiri-sendiri pada stigma yang pendek. Ukuran spora 2 – 3 X
2 – 4 mikro meter.
Hama/ulat
yang terserang B. Bassiana
menunjukkan perilaku dan gejala malas, nafsu makan menurun, seluruh tubuh
ditumbuhi oleh koloni jamur warna putih, tubuh mengeras dan kaku.
- Metarhizium anisopliae
Koloni
jamur berwarna hijau tua sampai hijau kekuningan dengan kenampakan seperti
tepung yang muncul dari miselium berwarna putih. Konidia berbentuk silindris
sampai ellips dengan ujung membulat dengan ukuran 4,5 – 8,5 X 2,5 – 4 mikro
meter.
Hama/ulat
yang terserang M. Anisopliae
menunjukkan perilaku dan gejala gerakan lambat, nafsu makan berkurang, seluruh
tubuh ditumbuhi oleh koloni jamur berwarna hijau tua – gelap, tubuh mengeras
dan kaku.
- Nuclear Polyhidrosis Virus
Perilaku
dan gejala yang khas pada hama/ulat yang terserang oleh virus NPV adalah
gerakan menjadi lamban, malas, nafsu makan berkurang, tubuh menggembung, warna
kulit pucat mengkilat dan suka menggantung dengan kepala menghadap ke bawah
pada salah satu daun.
- Nematoda Entomo Patogen (NEP)
Perilaku
dan gejala dari hama/ulat yang terserang oleh nematoda entomopatogen secara
keseluruhan adalah gerakan lamban bahkan berhenti, warna kulit ulat berubah
menjadi caramel (cokelat hitam) yang terserang Steinernema spp dan warna merah-merah tua yang terserang Heterorhabditis spp.
IDENTIFIKASI
AGENS HAYATI
IDENTIFIKASI MIKROORGANISME
(AGENS) ANTAGONIS
A.
Cendawan Trichoderma sp.
Pada
media buatan, cendawan ini membentuk koloni berwarna putih, kekuningan atau
hijau. Ciri mikroskopik dari cendawan ini adalah percabangan konidiofornya
banyak, hifa dan konidiofornya hialin, pada ujung konidiofor tumbuh sel-sel yang
menyerupai botol (fialid), fialidnya
tunggal atau membentuk kumpulan, konidianya bersel tunggal, hialin dan
berbentuk ovoid (gambar 1).
Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik Trichoderma sp. Yang dikemukakan oleh Barnet (1960).
Ciri-ciri
Trichoderma sp secara umum adalah
hifa bersekat, konidiofor berbentuk salib, konidia lonjong atau bulat telur dan
warna koloni adalah hijau gelap.
Sifat-sifat
dari cendawan Trichoderma sp adalah :
1)
Dapat
ditemukan pada berbagai tempat
2)
Mudah
diisolasi dan dibiakkan
3)
Cepat
tumbuh pada berbagai substrat
4)
Spektrumnya
luas
5)
Mempunyai
daya kompetitif
6)
Mampu
memproduksi antibiotic/gliotoksin/viridian
7)
Koloni
warna hijau gelap
8)
Bersifat
saprofit tanah dan menjadi parasit patoge
B.
Cendawan Gliocladium sp.
Koloni
cendawan ini berwarna hijau lumut dengan pertumbuhan cepat, merata dan menyebar
pada permukaan media PDA. Genus cendawan ini memiliki konidiofor lurus dan
bercabang-cabang pada ujungnya. Percabangan hifanya kompak dan membentuk
struktur penicilliate. Konidianya berbentuk bulat, hialin dan membentuk suatu
kumpulan spora yang diselimuti lender (gambar 2). Karakteristik ini sesuai
dengan karakteristik Gliocladium sp
yang dikemukakan oleh Barnet (1960). Menurut Domsch, Gams dan Anderson (1980), karakteristik Gliocladium sp ialah konidiofornya
berbentuk kuas padat (penicillate),
konidia bersel satu, hialin atau terpigmen cerah berdinding halus. Disamping
konidiofornya berbentuk kuas, ada juga konidiofor terpusat sederhana (verticillate).
Ciri-ciri
Gliocladium sp secara umum adalah
hifa bersekat, konidiofor berbentuk ramping bercabang, konidia lonjong atau
bulat telur dan warna koloni adalah hijau muda/lumut.
Sifat-sifat
dari cendawan Gliocladium sp adalah :
1.
Mampu
bertahan lama dalam tanah (soil inhabitor)
2.
Mampu
menguraikan sisa tanaman dan mampu mengubah sifat tanah, sehingga jadi unsur
yang tersedia
3.
Mampu
meningkatkan produksi tanaman
4.
Mampu
memproduksi antibiotic/gliotoksin/viridin
5.
Koloni
warna hijau lumut
6.
Bersifat
saprofit tanah dan menjadi parasit patogen
C.
Cendawan Aspergillus sp.
Genus
cendawan ini memiliki konidiofor tegak lurus, sederhana dan pada ujungnya
berbentuk bulat (globose) atau clavate. Pada ujung konidiofor berbentuk
fialid yang merupakan tempat tumbuh konidia. Konidia berbentuk bulat dan
dihasilkan secara basipetal (gambar 3). Karakteristik ini sesuai dengan
karakteristik Aspergillus sp yang
dikemukan oleh Barnet (1960). Karakteristik lain dari cendawan ini yang
dikemukakan oleh Domsch, Gams dan Anderson
(1980) ialah adanya konidiofor yang kaku pada bagian ujungnya biasanya ditutupi
oleh lapisan palisade seperti selaput dari fialid yang disebut sterigmata atau ditutupi oleh selaput
sel-sel subtending (metule). Metule
dan fialid menghasilkan rantai konidia secara basipetal.
D.
Cendawan Penicellium sp.
Genus
cendawan ini memiliki konidiofor yang dibentuk pada miselium tunggal,
pembentukan konidia secara apparatus, diujung fialid terdapat konidia yang
tersusun seperti rantai, konidia hialin atau berwarna mengkilat, konidia
berbentuk globose atau ovoid dan dihasilkan secara basipetal.
Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik Penicellium sp yang dikemukakan oleh Barnet (1960). Karakteristik lain dari cendawan ini menurut
Domsch, Gams dan Anderson
(1980), yaitu konidiofornya berbentuk penicilliate, percabangan utamanya
merupakan fialid berbentuk verticilliate yang sering disebut sterigmata dan fialid menghasilkan
rantai konidia secara basipetal.
E.
Bakteri Pseudomonas fluorecens.
Pada
media Kings B agar dimana kandungan ion besinya rendah, spesies-spesies bakteri Pseudomonas spp. kelompok fluorecens mampu menghasilkan pigmen fluorecens
berwarna hijau terang atau hijau kebiruan. Pigmen-pigmen tersebut biasanya
dikeluarkan oleh spesies-spesies bakteri penghasil antibiotic (Anas, 1989).
Koloni berbentuk bulat, bertepi rata dan berpendar kuning kehijauan setelah 24
jam diinkubasikan pada suhu kamar. Pigmen fluorecens merupakan salah satu
variable yang membedakan bakteri Pseudomonas
fluorecens dengan bakteri lain. Dengan pengecatan negative menunjukkan
bakteri berbentuk batang dan gram negative dengan ukuran 0,7 – 0,9 X 1,6 – 2,4
µm. Berdasarkan pengujian terhadap pewarmaan flagel yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa sel-sel bakteri mempunyai flagel polar.
Sifat-sifat
dari bakteri Pseudomonas fluorecens
adalah :
1.
Mampu
menghasilkan antibiotic dan siderofor
2.
Mampu
mengkoloni akar dengan dominasi yang tinggi
3.
Menghasilkan
enzim khitinase
4.
Cepat
berkembang dan membutuhkan nutrient sederhana.
5.
Mempunyai
kemampuan metabolisme bahan organic pada kisaran yang luas
6.
Dapat
memacu auksin, giberilin dan vitamin
7.
Bersifat
pengimbas ketahanan dengan akumulasi protein, terpenoid, fitoaleksin dan fenol
MEKANISME
PENGENDALIAN HAYATI DENGAN
AGENS
ANTAGONIS
A.
ANTAGONISME
Penggunaan
mikrobia sebagai agens antagonis terhadap pathogen tumbuhan sudah mulai
dikembangkan baik dari golongan bakteri, jamur, virus dan nematode. Antagonis
adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap
mikroorganisme lain (misalnya pada patogen sasaran) yang tumbuh dan berasosiasi
dengannya.
Mikrobia
yang banyak digunakan untuk menekan pathogen adalah dari golongan jamur dan
bakteri. Beberapa jamur yang menjadi antagonis adalah Trichoderma spp, Gliocladium
spp, Aspergillus sp, dan Penicellium sp. Sedangkan dari golongan
bakteri adalah Pseudomonas fluorecens,
Bacillus spp, Agrobacterium spp dan Streptomyces
sp.
Mikroba
tersebut mempunyai mekanisme antagonisme yang khusus, baik antar genus, antar
spesies dan antar strain, melalui :
1.
Kompetisi
Yaitu
kompetisi nutrisi atau yang lain dalam jumlah yang terbatas tetapi diperlukan
oleh patogen. Agens antagonis sebagai kompetitor dapat memanfaatkan nutrisi
yang ada lebih cepat, sehingga dapat berkembang lebih cepat sehingga nutrisi
kurang tersedia bagi pathogen.
Jamur Trichoderma spp mempunyai kemampuan
berkembang lebih cepat, baik secara in vitro maupun in vivo, sehingga patogen
akan terhambat perkembangannya.
2.
Antibiosis
Yaitu sebagai hasil dari
pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya
bagi patogen.
Agens
antagonis seperti Trichoderma harzianum,
Gliocladium roseum, Penicellium sp dan beberapa golongan
bakteri dapat mengeluarkan senyawa antibiotik ke lingkungannya.
Adanya
senyawa antibiotik ini dapat menyebabkan endolisis
yaitu rusaknya sitoplasma patogen karena aktifnya enzim tertentu dari sel itu
sendiri dan rusaknya nutrisi tertentu di dalam sitoplasma.
3.
Mikoparasit
Yaitu
bentuk lain dari eksploitasi langsung terhadap patogen oleh mikroorganisme yang
lain.
Jamur
yang sudah dikenal mempunyai mekanisme mikoparasit adalah dari golongan
Trichoderma dan Gliocladium. T. Koningii
akan membelit keseluruhan hifa dari Rhizoctonia
microporus sehingga penetrasi dari miselia patogen tidak terjadi dan T. Koningii tersebut akan tumbuh di
daerah pertumbuhan hifa inang patogen tersebut.
B.
KETAHANAN TERIMBAS (INDUCED
RESISTANCE)
Ketahanan terimbas adalah ketahanan yang bekembang
setelah tanaman yang bersifat rentan berinteraksi dengan bahan pengimbas.
Adapun
bahan pengimbas yang disebut sebagai elisitor atau inducer berupa jasad non
patogenik, patogen avirulen atau berupa bahan kimia. Pengimbas yang berupa
senyawa kimia sebaiknya dihindari karena sebagian besar berupa fungisida
sistemik.
Mekanisme
tanggapan tanaman yang terkait dengan pengimbasan ketahanan adalah perubahan
struktural tanaman inang, pembentukan senyawa antifungal, pembentukan protein
pertahanan, pembentukan enzim khitinase, lignifikasi dan reaksi hipersentitif.
Pseudomonas fluorecens adalah rhizobakteri yang mampu
mengimbas ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium dan layu bakteri.
Perbanyakan rhizobakteri tersebut adalah hal yang penting untuk produksi secara
massal. Tapi jenis bakteri ini masih sulit untuk diformulasi karena tidak tahan
kekeringan, sehingga perlu diformulasi secara basah yang lebih sulit untuk
didistribusikan dibandingkan dengan formulasi kering.
C.
PROTEKSI SILANG (CROSS PROTECTION)
Tanaman
yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit mengalami
kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang
dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan in
vivo dan dengan asam nitrit. Proteksi silang sudah banyak dilakukan di banyak
negara, antara lain Taiwan dan Jepang.
Pusat
Pelayana Agens Hayati
Bumi
Lestari Ngawi
Ingin
melengkapi artikel ini? Silahkan tulis di kolom komentar. Karena keterbatasan
waktu online, jika ingin bertanya seputar pertanian silahkan langsung SMS aja
ke PPAH Bumi Lestari Ngawi di N0 (0351) 7073165 (SMS ONLY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar