Selasa, 14 Agustus 2012

MENGEFALUASI AGENS HAYATI

Salam Pertanian.......!!!!!!


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN
PENGGUNAAN AGENS HAYATI

Virulensi dari cendawan Beauveria bassiana dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal yaitu jenis isolat maupun faktor eksternal antara lain jenis medium untuk perbanyakan cendawan, teknik perbanyakan atau faktor lingkungan yang kurang mendukung dan teknik pemantauan terhadap keberhasilan penggunaan cendawan yang belum baku.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap penggunaan cendawan B. bassiana antara lain suhu, kelembaban dan sinar ultra violet (UV). Peningkatan suhu akan meningkatkan daya kecambah spora sampai suhu optimal, selanjutnya akan mengalami penurunan. Pemanasan sampai 55oC selama 10 menit, spora masih mampu berkecambah 9,56 – 14,67%. Lama penyinaran UV berpengaruh menurunkan perkecambahan spora B. Bassiana.
Demikian halnya B. bassiana, virulensi Metarhizium anisopliae juga sangat dipengaruhi oleh jenis isolat maupun jenis medium perbanyakan yang digunakan. Sedangkan faktor lingkungan yang juga sangat berpengaruh adalah suhu, kelembaban dan sinar ultra violet.
Sedangkan beberapa hal yang mempengaruhi hasil aplikasi Nematoda Entomopatogen (NEP) di lapangan yang menjadikan indikator keberhasilan evaluasi aplikasi adalah sebagai berikut :
1.     Waktu aplikasi, dilakukan pada pagi hari atau sore hari untuk menghindari terkena langsung sinar ultraviolet.
2.     Penyemprotan yang lebih dari 3 kali per bulan memberikan dampak negatif terhadap jumlah pengeluaran biaya yang dikeluarkan, sehingga hasilnya tidak efisien.

Perkembangan penyakit tanaman sangat didukung oleh tersedianya inang yang rentan, patogen yang virulen dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan patogen. Interaksi antara 3 komponen tersebut (inang-patogen-lingkungan) pada patosistem alamiah dikenal dengan istilah segitiga penyakit. Tiga komponen tersebut merupakan komponen yang mendasari terjadinya perkembangan suatu penyakit. Pada patosistem pertanian, manusia berperan mempengaruhi komponen-komponen dasar yang saling berinteraksi tersebut dan memungkinkan untuk  terjadinya epidemi penyakit. Manusia dapat merekayasa inang dan memanipulasi lingkungan. Interaksi antara manusia dengan komponen-komponen tersebut dalam ekosistem disebut dengan segiempat penyakit.
Suatu penyakit tidak akan timbul apabila faktor lingkungan tidak membantu. Pengaruh faktor lingkungan dapat membantu atau menghambat perkembangan dan penyebaran penyakit. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tanaman baik melalui pengaruhnya terhadap inang. Pengaruhnya terhadap patogen antara lain terhadap (1) kemampuan patogen bertahan dalam keadaan dorman dari musim ke musim, (2) pembentukan inokulum primer maupun sekunder, (3) penyebaran, perkecambahan dan penetrasi inokulum dan inang, (4) antagonisme dalam tanah. Pengaruhnya terhadap inang terutama terhadap kerentanan atau ketahanan inang (sebelum terinfeksi) dan perkembangan penyakit setelah inang terinfeksi.
Faktor lingkungan seperti cuaca (suhu, cahaya, kelembaban) dan kondisi tanah (hara makro dan mikro, keasaman tanah, bahan organik) dapat berpengaruh menghambat dan atau mempercepat perkembangan penyakit tanaman tertentu. Beberapa penyakit yang perkembangannya sangat dipengaruhi faktor lingkungan yaitu penyakit bulai (Perenosclerospora maydis) pada jagung yang hanya dijumpai di dataran rendah, penyakit akar hitam pada teh (Rosellinia arcuata) hanya terdapat pada tanah muda (penyakit bercak daun pada bit gula (Cercospora berticola) yang berkembang baik pada daerah dengan suhu rendah dan penyakit layu bakteri pada kentang, tomat, tembakau dan lada yang banyak terjadi di daerah yang panas.
Perkembangan penyakit virus seperti Tobacco Mosaic Virus (TMV), Potato Mosaic Virus, Cabbage Virus dan Potato Yellow Dwarf Virus dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang paling baik untuk perkembangan penyakit tersebut 20 – 25oC. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah seperti “damping off” (Pythium sp, Fusarium sp, Rhizoctonia sp) dan penyakit akar gada pada kubis (Plasmodiospora brassicae) intensitasnya meningkat dengan meningkatnya kelembaban tanah. Sebaliknya penyakit kubis pada kentang (Streptomyces scabies) justru berkembang pada kondisi kering. Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap jumlah spora fungi yang berkecambah, kecepatan dan tipe perkecambahan spora, serta aktivitas spora fungi.
Perkembangan P. Brassicae selain didukung oleh kelembaban yang tinggi juga oleh kondisi tanah asam (pH rendah), sebaliknya kondisi tersebut menekan perkembangan S. Scabies.
Cahaya dapat merancang reproduksi seksual dan aseksual pada sebagian besar fungi. Sinar ultraviolet (UV) umumnya merangsang terjadinya sporulasi, sebaliknya cahaya merah jarang dapat merangsang sporulasi. Sebagian besar fungi yang peka terhadap cahaya akan bersporulasi jika terkena cahaya secara terus menerus, tetapi ada juga yang bersifat sporulator diurnal. Fungi jenis terakhir tersebut memerlukan periode gelap dan periode terang secara bergantian. Pencahayaan diperlukan untuk memulai pembentukan konidiofor. Selanjutnya proses terjadinya spora pada tahap berikutnya hanya dapat terjadi jika keadaan tidak ada cahaya.

PERILAKU DAN GEJALA HAMA YANG TERINFEKSI ENTOMOPATOGEN

  1. Beauveria bassiana
Koloni jamur berwarna putih dengan kenampakan seperti tepung, konidiofora mengembung di bagian dasar dan meruncing di bagian tempat spora melekat sehingga nampak seperti zig-zag setelah spora dihasilkan, konidia hialin, bulat bersel satu dan kering, terbentuk sendiri-sendiri pada stigma yang pendek. Ukuran spora 2 – 3 X 2 – 4 mikro meter.
Hama/ulat yang terserang B. Bassiana menunjukkan perilaku dan gejala malas, nafsu makan menurun, seluruh tubuh ditumbuhi oleh koloni jamur warna putih, tubuh mengeras dan kaku.

  1. Metarhizium anisopliae
Koloni jamur berwarna hijau tua sampai hijau kekuningan dengan kenampakan seperti tepung yang muncul dari miselium berwarna putih. Konidia berbentuk silindris sampai ellips dengan ujung membulat dengan ukuran 4,5 – 8,5 X 2,5 – 4 mikro meter.
Hama/ulat yang terserang M. Anisopliae menunjukkan perilaku dan gejala gerakan lambat, nafsu makan berkurang, seluruh tubuh ditumbuhi oleh koloni jamur berwarna hijau tua – gelap, tubuh mengeras dan kaku.

  1. Nuclear Polyhidrosis Virus
Perilaku dan gejala yang khas pada hama/ulat yang terserang oleh virus NPV adalah gerakan menjadi lamban, malas, nafsu makan berkurang, tubuh menggembung, warna kulit pucat mengkilat dan suka menggantung dengan kepala menghadap ke bawah pada salah satu daun.

  1. Nematoda Entomo Patogen (NEP)
Perilaku dan gejala dari hama/ulat yang terserang oleh nematoda entomopatogen secara keseluruhan adalah gerakan lamban bahkan berhenti, warna kulit ulat berubah menjadi caramel (cokelat hitam) yang terserang Steinernema spp dan warna merah-merah tua yang terserang Heterorhabditis spp.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar