Salam Pertanian.......!!!!!!
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN
PENGGUNAAN AGENS HAYATI
Virulensi
dari cendawan Beauveria bassiana
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal yaitu jenis isolat
maupun faktor eksternal antara lain jenis medium untuk perbanyakan cendawan,
teknik perbanyakan atau faktor lingkungan yang kurang mendukung dan teknik
pemantauan terhadap keberhasilan penggunaan cendawan yang belum baku.
Faktor
lingkungan sangat berpengaruh terhadap penggunaan cendawan B. bassiana antara lain suhu, kelembaban dan sinar ultra violet
(UV). Peningkatan suhu akan meningkatkan daya kecambah spora sampai suhu
optimal, selanjutnya akan mengalami penurunan. Pemanasan sampai 55oC
selama 10 menit, spora masih mampu berkecambah 9,56 – 14,67%. Lama penyinaran
UV berpengaruh menurunkan perkecambahan spora B. Bassiana.
Demikian
halnya B. bassiana, virulensi Metarhizium anisopliae juga sangat
dipengaruhi oleh jenis isolat maupun jenis medium perbanyakan yang digunakan.
Sedangkan faktor lingkungan yang juga sangat berpengaruh adalah suhu,
kelembaban dan sinar ultra violet.
Sedangkan
beberapa hal yang mempengaruhi hasil aplikasi Nematoda Entomopatogen (NEP) di
lapangan yang menjadikan indikator keberhasilan evaluasi aplikasi adalah
sebagai berikut :
1.
Waktu
aplikasi, dilakukan pada pagi hari atau sore hari untuk menghindari terkena
langsung sinar ultraviolet.
2.
Penyemprotan
yang lebih dari 3 kali per bulan memberikan dampak negatif terhadap jumlah
pengeluaran biaya yang dikeluarkan, sehingga hasilnya tidak efisien.
Perkembangan
penyakit tanaman sangat didukung oleh tersedianya inang yang rentan, patogen
yang virulen dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan patogen.
Interaksi antara 3 komponen tersebut (inang-patogen-lingkungan) pada patosistem
alamiah dikenal dengan istilah segitiga penyakit. Tiga komponen tersebut merupakan
komponen yang mendasari terjadinya perkembangan suatu penyakit. Pada patosistem
pertanian, manusia berperan mempengaruhi komponen-komponen dasar yang saling
berinteraksi tersebut dan memungkinkan untuk
terjadinya epidemi penyakit. Manusia dapat merekayasa inang dan
memanipulasi lingkungan. Interaksi antara manusia dengan komponen-komponen
tersebut dalam ekosistem disebut dengan segiempat penyakit.
Suatu
penyakit tidak akan timbul apabila faktor lingkungan tidak membantu. Pengaruh
faktor lingkungan dapat membantu atau menghambat perkembangan dan penyebaran
penyakit. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tanaman
baik melalui pengaruhnya terhadap inang. Pengaruhnya terhadap patogen antara
lain terhadap (1) kemampuan patogen bertahan dalam keadaan dorman dari musim ke
musim, (2) pembentukan inokulum primer maupun sekunder, (3) penyebaran,
perkecambahan dan penetrasi inokulum dan inang, (4) antagonisme dalam tanah.
Pengaruhnya terhadap inang terutama terhadap kerentanan atau ketahanan inang
(sebelum terinfeksi) dan perkembangan penyakit setelah inang terinfeksi.
Faktor
lingkungan seperti cuaca (suhu, cahaya, kelembaban) dan kondisi tanah (hara
makro dan mikro, keasaman tanah, bahan organik) dapat berpengaruh menghambat
dan atau mempercepat perkembangan penyakit tanaman tertentu. Beberapa penyakit
yang perkembangannya sangat dipengaruhi faktor lingkungan yaitu penyakit bulai
(Perenosclerospora maydis) pada
jagung yang hanya dijumpai di dataran rendah, penyakit akar hitam pada teh (Rosellinia arcuata) hanya terdapat pada
tanah muda (penyakit bercak daun pada bit gula (Cercospora berticola) yang berkembang baik pada daerah dengan suhu
rendah dan penyakit layu bakteri pada kentang, tomat, tembakau dan lada yang
banyak terjadi di daerah yang panas.
Perkembangan
penyakit virus seperti Tobacco Mosaic
Virus (TMV), Potato Mosaic Virus,
Cabbage Virus dan Potato Yellow Dwarf Virus dipengaruhi
oleh suhu. Suhu yang paling baik untuk perkembangan penyakit tersebut 20 – 25oC.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah seperti “damping off” (Pythium sp, Fusarium sp, Rhizoctonia sp) dan penyakit akar gada
pada kubis (Plasmodiospora brassicae) intensitasnya meningkat
dengan meningkatnya kelembaban tanah. Sebaliknya penyakit kubis pada kentang (Streptomyces scabies) justru berkembang
pada kondisi kering. Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap jumlah
spora fungi yang berkecambah, kecepatan dan tipe perkecambahan spora, serta
aktivitas spora fungi.
Perkembangan
P. Brassicae selain didukung oleh
kelembaban yang tinggi juga oleh kondisi tanah asam (pH rendah), sebaliknya
kondisi tersebut menekan perkembangan S.
Scabies.
Cahaya
dapat merancang reproduksi seksual dan aseksual pada sebagian besar fungi.
Sinar ultraviolet (UV) umumnya merangsang terjadinya sporulasi, sebaliknya
cahaya merah jarang dapat merangsang sporulasi. Sebagian besar fungi yang peka
terhadap cahaya akan bersporulasi jika terkena cahaya secara terus menerus,
tetapi ada juga yang bersifat sporulator
diurnal. Fungi jenis terakhir tersebut memerlukan periode gelap dan periode
terang secara bergantian. Pencahayaan diperlukan untuk memulai pembentukan
konidiofor. Selanjutnya proses terjadinya spora pada tahap berikutnya hanya
dapat terjadi jika keadaan tidak ada cahaya.
PERILAKU DAN GEJALA HAMA YANG TERINFEKSI ENTOMOPATOGEN
- Beauveria bassiana
Koloni
jamur berwarna putih dengan kenampakan seperti tepung, konidiofora mengembung
di bagian dasar dan meruncing di bagian tempat spora melekat sehingga nampak
seperti zig-zag setelah spora dihasilkan, konidia hialin, bulat bersel satu dan
kering, terbentuk sendiri-sendiri pada stigma yang pendek. Ukuran spora 2 – 3 X
2 – 4 mikro meter.
Hama/ulat
yang terserang B. Bassiana
menunjukkan perilaku dan gejala malas, nafsu makan menurun, seluruh tubuh
ditumbuhi oleh koloni jamur warna putih, tubuh mengeras dan kaku.
- Metarhizium anisopliae
Koloni
jamur berwarna hijau tua sampai hijau kekuningan dengan kenampakan seperti
tepung yang muncul dari miselium berwarna putih. Konidia berbentuk silindris
sampai ellips dengan ujung membulat dengan ukuran 4,5 – 8,5 X 2,5 – 4 mikro
meter.
Hama/ulat
yang terserang M. Anisopliae
menunjukkan perilaku dan gejala gerakan lambat, nafsu makan berkurang, seluruh
tubuh ditumbuhi oleh koloni jamur berwarna hijau tua – gelap, tubuh mengeras
dan kaku.
- Nuclear Polyhidrosis Virus
Perilaku
dan gejala yang khas pada hama/ulat yang terserang oleh virus NPV adalah
gerakan menjadi lamban, malas, nafsu makan berkurang, tubuh menggembung, warna
kulit pucat mengkilat dan suka menggantung dengan kepala menghadap ke bawah
pada salah satu daun.
- Nematoda Entomo Patogen (NEP)
Perilaku
dan gejala dari hama/ulat yang terserang oleh nematoda entomopatogen secara
keseluruhan adalah gerakan lamban bahkan berhenti, warna kulit ulat berubah
menjadi caramel (cokelat hitam) yang terserang Steinernema spp dan warna merah-merah tua yang terserang Heterorhabditis spp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar