Rabu, 13 Februari 2013

TEKNIK PENGUJIAN MUTU BERAS SKALA LABORATORIUM



Mutu beras sangat bergantung pada mutu gabah yang akan digiling dan sarana mekanis yang digunakan dalam penggilingan. Selain itu, mutu gabah juga dipengaruhi oleh genetik tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan pascapanen. Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi konsumen, ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi oleh lokasi, suku bangsa atau etnis, lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai hubungan dengan selera dan preferensi konsumen serta akan menentukan harga beras. Secara tidak langsung, faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama atau jenis (brand name) beras atau varietas padi. Respons konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada di pasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standardisasi mutu beras. Beras harus diuji mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu beras giling pada laboratorium uji yang terakreditasi dan dibuktikan berdasarkan sertifikat hasil uji (Suismono
2002). SNI untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi mutu beras di pasaran, terutama karena pengoplosan atau pencampuran antarkualitas atau antarvarietas. Tujuan pengujian mutu beras adalah untuk melakukan pengukuran atau identifikasi secara kuantitatif terhadap karakter fisik beras dan menentukan klasifikasi mutu beras yang diinginkan pasar dan konsumen.

BAHAN DAN METODE
Pengujian dilakukan di Laboratorium Mutu Beras, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi pada bulan Mei 2010. Bahan utama yang digunakan adalah gabah varietas Ciherang. Varietas Ciherang mempunyai tekstur nasi pulen dengan kadar amilosa ± 23% dan bentuk gabah panjang ramping (Suprihatno et al. 2009). Sampel gabah diambil dari lima lokasi sentra produksi padi. Gabah diberi kode sesuai dengan lokasi pengambilan sampel, yakni kode A1 dan A2 untuk gabah yang berasal dari Kediri, kode B1 dan B2 untuk gabah yang berasal dari Surakarta, kode C1 dan C2 untuk gabah yang berasal dari Karawang, kode D1 dan D2 untuk gabah yang berasal dari Subang, dan kode E untuk gabah dari Bekasi. Jumlah gabah untuk masing-masing sampel sebanyak 2 kg dalam bentuk gabah kering giling. Sampel gabah kemudian dibagi dua, masing-masing 1 kg untuk pengujian dan 1 kg untuk arsip. Jenis pengujian mutu beras meliputi beras kepala, beras patah, butir menir, butir kapur, serta butir kuning dan rusak dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. Beras kepala, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh.
  2. Beras patah, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar dari 25% sampai dengan lebih kecil 75% bagian dari butir beras utuh.
  3. Butir menir, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian butir beras utuh.
  4. Butir kapur, yaitu butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih seperti kapur dan bertekstur lunak yang disebabkan faktor fisiologis.
  5. Butir kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah, dan menir yang berwarna kuning atau kuning kecoklatan (BPTP Sumatera Selatan 2006).
Peralatan yang dipergunakan terdiri atas alat penampi atau pembersih gabah (aspirator) untuk memisahkan gabah isi dan gabah hampa (Gambar 1a), alat pemecah kulit gabah (rice husker) untuk memperoleh beras pecah kulit (BPK) (Gambar 1b), alat penyosoh (rice polisher) untuk menyosoh beras pecah kulit hingga diperoleh beras berwarna putih (Gambar 1c), ayakan menir (seive) ukuran 2,5 mm untuk memperoleh butir menir, dan alat pemisah ukuran beras (rice drum grader) untuk memisahkan beras kepala dan utuh dengan beras patah (Gambar 1d).

Urutan kerja pengujian mutu beras mengikuti alur seperti yang disajikan pada Gambar 2 dengan penjelasan sebagai berikut: 
  1.  Gabah 1.000 g diayak dan ditampi untuk membuang kotoran dan gabah hampa.
  2. Gabah yang telah bersih diambil 300 g lalu digiling dengan alat pemecah kulit untuk   menghasilkan beras pecah kulit.
  3. Beras pecah kulit disosoh selama 3 menit untuk memperoleh beras giling.
  4. Beras giling diambil 100 g kemudian diayak ± 20 putaran untuk memisahkan butir menir,  lalu ditimbang dan dihitung persentasenya.
  5. Beras giling yang telah bebas menir dimasukkan ke dalam alat pemisah ukuran beras dan diputar selama 3 menit untuk memisahkan beras kepala, beras utuh, dan beras patah atau pecah, kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya.
  6. Dari masing-masing mutu beras (beras kepala, beras patah, dan menir) kemudian dipilih dan dipisahkan butir kapur dan butir kuning rusak.
  7. Data mutu beras yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan persyaratan mutu SNI 6128: 2008
Tabel 1. Persyaratan mutu beras menurut SNI 6128: 2008
Komponen mutu                            Satuan       Mutu I     Mutu II    Mutu III     Mutu IV     Mutu V
Derajat sosoh (minimum)                 (%)          100          100           95              95             85
Kadar air (maksimum)                     (%)           14            14            14             14              15
Beras kepala (minimum)                  (%)            95           89             78             73             60
Butir patah (maksimum)                  (%)              5            10            20              25            35
Butir menir (maksimum)                  (%)              0              1              2               2              5
Butir merah (maksimum)                 (%)              0              1              2               3              3
Butir kuning rusak (maksimum)       (%)              0              1              2               3              5
Butir kapur (maksimum)                 (%)              0              1              2               3              5
Benda asing (maksimum)                (%)              0           0,02         0,02          0,05            0,20
Butir gabah (maksimum)                 (butir/100 g) 0              1               1           2                3
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian mutu beras dari beberapa lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa rendemen beras giling dari varietas Ciherang cenderung hampir sama. Namun setelah dipisahkan berdasarkan komponen mutu beras, terdapat variasi pada persentase beras kepala dan beras patah atau pecah, sedangkan butir menir, butir kapur, dan butir kuning rusak tidak terlalu bervariasi (Tabel 2). Rendemen beras giling dipengaruhi oleh varietas, karakteristik gabah, cara dan alat penggilingan, mutu beras yang hendak dicapai, teknik budi daya, dan agroekosistem pertanaman padi. Rendemen beras giling yang tinggi belum tentu diikuti oleh persentase beras kepala yang tinggi. Hasil penelitian justru menemukan hubungan yang berkebalikan dengan kedua kriteria mutu tersebut (Sutrisno et al. 2002). Variasi persentase beras kepala dan beras patah bisa disebabkan oleh lokasi pertanaman padi atau penanganan pascapanen yang berbeda. Persentase beras kepala pada sampel yang berasal dari Kediri paling tinggi dengan beras patah dan butir menir paling sedikit. Beras patah bisa terjadi jika pada saat digiling, gabah masih agak basah atau terlalu kering. Sisa patahan beras yang kecil membentuk butir menir. Beras patah juga dapat disebabkan oleh proses penyosohan. Batu sosoh yang baru dapat menghasilkan beras patah tinggi, sedangkan batu sosoh yang sudah aus menghasilkan
beras patah lebih sedikit. Berdasarkan hasil pengujian mutu beras, sampel yang berasal dari Kediri dengan kode A1 menghasilkan beras kepala 90,30% dan kode A2 sebesar 92,69% atau termasuk dalam kategori mutu II standar SNI. Sampel gabah yang berasal dari Surakarta dengan kode B1 menghasilkan beras kepala 87,54% dan kode B2 sebesar 85,77%. Sampel gabah dari Karawang dengan kode C1 memiliki beras kepala 80,36% dan untuk kode C2 sebesar 79,50% atau termasuk ke dalam Tabel 2. Data hasil pengujian mutu beras varietas Ciherang, Laboratorium Mutu Beras BB Padi, 2010

Selasa, 22 Januari 2013

SOLAR LIGHT TRAP ( Perangkap Serangga Tenaga Surya )

Solar Light Trap ( Perangkap Serangga Tenaga Surya )

Solar Light Trap

Solar Light Trap ( Perangkap Serangga Tenaga Surya )  adapun Sistem kerja alat ini adalah sebagai berikut :
  • Saat matahari tenggelam disore hari, lampu light trap akan manyala selama 9 jam, On/Of lampu secara otomatis.
  • System ini akan bakerja dengan durasi waktu seperti itu setiap hari.
  • Energi listrik yang dipancarkan lampu bersumber dari batteray . PV module (panel surya) akan merubah energi matahari menjadi energi listrik dan kemudian menyimpannya di batteray. Sehingga pada malam hari saat cahaya matahari tidak ada, batteray menjadi sumber energi bagi lampu.
Sesuai dengan konsep pertanian berbasis ramah lingkungan teknologi ini tentunya sangat mendukung, untuk mengendalikan penggerek batang yang sampai saat ini sulit diatasi apalagi pada saat musim tanam kedua biasanya keberadaan populasi penggerek batang sangat banyak. Pola tanam terputus saat ini sulit dilakukan dikalangan petani sehingga, keberadaan serangga (kaper) ini tentunya akan berdampak semakin besar, serangga (kaper) menetaskan telur sejak dipersemaian dan kemudian menetas dan masuk pada tanaman padi sejak kecil. Akibatnya pada musim tanam kedua terjadi ledakan yang besar ini bisa terlihat saat padi mulai berbuah, banyak yang tidak jadi buah ( gabuk ). Keberadaan alat ini sebenarnya sangat simpel karena pada malam hari serangga (kaper) akan terbang. Dengan adanya lampu penerang, dimaksudkan untuk menarik keberadaan serangga untuk masuk kedalam perangkap. Perangkap yang sudah didesain sedemikian rupa dan dilengkapi kotak bok untuk menampung serangga yang terperangkap dengan demikian serangga otomatis akan mati sehingga tidak sempat berkambang untuk menetaskan telurnya dan jika dijumpai keberadaan telur dipersemaian lebih baik diambil untuk dibunuh, penggunaan rumah kaca atau rumah plastik juga sangat bagus untuk persemaian. Mudah - mudahan artikel ini bisa bermanfaat buat semua dan majulah pertanian indonesia dengan tidak ketergantungan bahan kimia yang berdampak merugikan bagi kesehatan....amiiiin!!!!


Tetap semangaaaat.........!!!!!!!!!!!


Pusat Pelayanan Agens Hayati





 Bumi Lestari Ngawi

Rabu, 09 Januari 2013

BUDIDAYA LELE ORGANIK




Pembuatan Kolam Indukan

Pembuatan Kolam Penetasan dan Pembesaran

 Pakan alternatif memanfaatkan kotoran ternak sebagai pakan lele

Budidaya lele prospek pasarnya bagus, cara membudidayakannyapun tergolong mudah. Namun yang masih sering menjadi kendala bagi para pembudidaya ikan lele adalah harga pakan yang mahal dan terus melambung naik sehingga penghasilannya tidak sesuai dengan modal dan jerih payahnya.

Harga pakan yang melambung dapat di siasati dengan memberikan pakan lele organik, yaitu pakan lele dari limbah kotoran sapi.  Harga pakan lele organik juga jauh lebih murah yaitu sekitar Rp 2000 perliter.

Hasil Budidaya ikan lele organik
Untuk menghasilkan satu ton ikan lele siap konsumsi, jika pakan menggunakan pelet bisa menghabiskan pakan sebanyak satu ton, sedangkan jika menggunakan pakan organik hanya menghabiskan sebanyak 2400 liter.
Sementara bobot 1 kg  ikan lele yang diberi pakan pelet hanya berisi 8 hingga 9 ekor, sedangkan yang diberi pakan organik hanya berisi 7 hingga 8 ekor. Budidaya ikan lele organik sangat menghemat biaya, perbandingannya adalah jika harga pakan pabrikan di pasaran mencapai Rp 6000 sedangkan 
harga pakan organik cuma Rp 2000.
Harga pakan lele organik jauh lebih murah sebab bahannya adalah limbah kotoran sapi yang di ambil dari masyarakat sekitar maupun dari peternakan sendiri. Sedangkan hasil dari budidaya lele non organik dan lele organik kalau dilihat dari ukuran tidak ada perbedaan ,yang membedakan adalah bobotnya. Bobot lele organik lebih berat daripada non organik dengan ukuran yang sama.
Untuk menghasilkan pakan lele organik ini peternak hanya mengumpulkan limbah kotoran sapi ke dalam bak yang di campur air beserta anzim bakteri Silanaze untuk mempercepat proses penguraian kotoran sapi. Selang lima hari kemudian proses airasi kotoran sapi yang telah berbentuk cairan siap di berikan ke ikan lele dengan cara di siramkan.
Berikut adalah beberapa kelebihan budidaya lel organik :
  1. Kandang sapi menjadi lebih bersih.
  2. Hemat biaya perawatan.
  3. Air kolam tidak berbau busuk.
  4. Tidak perlu mengganti air kolam.
  5. Lele organik mempunyai rasa yang lebih gurih.
  6. Memberi pendapatan tersendiri bagi peternak sapi disekitar.
  7. Bobot ikan lele lebih berat dan harga jualnya lebih tinggi.
  8. Lebih aman untuk kesehatan.
  9. Nilai gizinya lebih tinggi dan kolesterolnya lebih rendah.
  10. Air bekas budidaya lele organik sangat baik untuk memupuk tanaman.
  11. Dan masih banyak lagi.

Jumat, 21 Desember 2012

HAMA DAN PENYAKIT PENTING TANAMAN BAWANG MERAH DAN CABAI


A.   HAMA DAN PENYAKIT PENTING BAWANG MERAH

 Bawang Merah

1.    Hama Utama Bawang Merah
a.    Ulat Bawang = Grayak (Spodoptera exigua)
Morfologi dan Biologi
Ngengat pada bagian depan berwarna cokelat tua dengan garis-garis kurang tegas, terdapat bintik hitam. Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris hitam. Telur diletakkan pada tanaman bawang dengan jumlah mencapai 500 – 600 butir atau setiap kelompok terdapat 20 butir.
Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang dan setelah 2 hari akan menetas menjadi larva. Ulat muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada punggungnya. Ulat tua mempunyai variasi warna mulai dari hijau, cokelat muda dan hitam kecokelatan. Ulat aktif pada malam hari dan stadium larva berlangsung selama 8 – 10 hari.
Pupa berwarna cokelat muda dan berada di dalam tanah pada kedalaman sekitar 1 cm. Sering dijumpai pula di pangkal batang. Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat.

Tanda Serangan
Pada awal pertumbuhan tanaman sampai dengan pembentukan anakan, sering terjadi serangan hama ulat daun/bawang. Bagian tanaman yang diserang adalah daun, baik daun yang masih muda maupun yang sudah tua.
Pada awalnya muncul telur ulat dipermukaan daun yang akan menetas setelah 4 – 7 hari. Setelah menetas, ulat muda akan melubangi daun dan menggerek permukaan bagian dalam daun dengan menyisakan bagian epidermis luar, sehingga daun akan tampak berwarna putih transparan, yang pada akhirnya terjulai. Penggerekan daun biasanya terjadi dari ujung, kemudian menuju ke pangkal daun.

b.    Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Morfologi dan Biologi
Sayap depan ngengat berwarna cokelat, sayap belakangnya berwarna biru keputih-putihan dengan tepi berwarna cokelat keabu-abuan. Telurnya diletakkan dibagain tanaman bawang atau gulma yang basah. Jumlahnya mencapai sekitar 500 – 2500 butir dengan perbandingan antara jantan dan betina adalah 1 : 1.
Telur berbentu seperti bola, berwarna putih ketika masih muda, kemudian menjadi kuning dan akhirnya berwarna abu-abu tua pada waktu hampir menetas. Setelah 6 hari, telur menetas menjadi larva.
Ulat instar pertama berwarna kuning sampai abu-abu kekuningan. Sedangkan kepala, leher bagian depan dan perutnya berwarna hitam. Ulat yang sudah dewasa berwarna cokelat tua sampai cokelat kehitaman. Pada siang hari, ulat bersembunyi di bawah permukaan tanah dan pada malam hari aktif diatas permukaan tanah untuk mencari makan dan dapat berpindah sejauh 20 meter. Stadium ulat mulai dari instar 1 – 5 memerlukan waktu 18 hari, yang kemudian berkembang menjadi pupa.
Pupa berwarna cokelat terang dan berada beberapa centimetre di bawah permukaan tanah. Untuk berkembang hingga menjadi ngengat memerlukan waktu sekitar 5 – 6 hari.

 Tanda Serangan
Pada pangkal batang menunjukkan adanya bekas gigitan atau bahkan terpotong sehingga tanaman rebah. Pada serangan yang hebat, ulat ini memakan umbi bawang merah sehingga berlubang.   

c.    Hama Thrips (Thrips tabacci)
Morfologi dan Biologi
Thrips dewasa berukuran sekitar 1 mm, berwarna kuning cokelat, cokelat atau hitam. Thrips jantan tidak bersayap, sedangkan yang betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai. Hama ini berkembangbiak secara parthenogenesis yaitu menghasilkan telur tanpa melalui perkawinan, yang jumlahnya bisa mencapai 80 – 120 butir.
Telur berbentuk oval yang diletakkan secara terpisah-pisah di tanaman atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman oleh alat peletak telur.
Nimfa berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan. Nimfa hanya meloncat-loncat, karena tidak bisa terbang. Penyebarannya berlangsung secara cepat dengan bantuan angin.
Pupa yang telah melewati beberapa instar, dijumpai pada daun atau dalam tanah di sekitar tanaman. Siklus hidup hama ini sekitar 21 hari. Di daerah tropis, bahkan hidupnya lebih pendek lagi yaitu sekitar 7 – 12 hari.

Tanda Serangan
Tampak noda putih mengkilat seperti perak pada daun, yang kemudian menjadi kecokelat-cokelatan dengan bintik hitam. Biasanya serangan hebat terjadi bila suhu udara berada diatas normal dan kelembaban diatas 70%. Namun pada musim penghujan atau ketika udara dingin sekali, hama ini akan menghilang dengan sendirinya. Tanaman bawang merah yang terserang berat, seluruh daunnya akan berwarna putih sehingga umbi yang dihasilkan menjadi kecil-kecil dan berkualitas rendah.   

2.    Penyakit Penting Bawang Merah
a.    Penyakit Bercak Daun = Ungu (Alternaria porii)
Gejala Serangan
Patogen ini biasanya menyerang daun dan kadang-kadang menyerang umbi tanaman nbawang merah. Pada awalnya tampak bercak-bercak berwarna keputih-putihan dan agak cekung, yang lama kelamaan berubah menjadi abu-abu dan bertepung hitam. Bercak ini kemudian melebar dan membesar serta warnanya berubah menjadi bercak ungu.
Di tengah-tengah bercak ungu terdapat titik hitam yang dikelilingi daerah berwarna kuning yang dapat melebar. Makin lama bercak tertutup oleh warna cokelat tua. Daun yang terserang ujungnya akan mongering dan akhirnya menyebabkan matinnya tanaman.
Gejala serangan pada bagian umbi ditunjukkan dengan adanya warna kuning atau merah kecokelatan di dekat leher pangkal batang. Pada serangan berikutnya umbi akan membusuk dan terbawa sampai di gudang penyimpanan serta dapat menjadi sumber infeksi bibit bawang merah.

b.    Layu Fusarium (Botrytis alii)
Gejala Serangan
Biasanya serangan diawali dengan kelayuan pada ujung daun yang menjalar ke pangkal. Infeksi biasanya dimulai dari akar atau luka pada umbi. Akibatnya adalah umbi membusuk, berwarna kuning kecokelatan dan permukaannya basah serta lunak. Penyakit ini juga menyerang bawang merah yang sudah disimpan di gudang.

B.    HAMA DAN PENYAKIT PENTING CABAI

Cabai Merah

1.    Hama Utama Cabai
a.    Kutu Daun Thrips (Thrips tabacci)
Morfologi dan Biologi
Panjang Thrips dewasa sekitar 1 – 1,1 mm, bentuknya panjang, umumnya berwarna hitam dan terdapat bercak merah atau bergaris merah. Thrips yang muda berwarna putih atau putih kekuningan, kadang-kadang terdapat bercak merah. Thrips dewasa bersayap dan mempunyai rambut berumbai-umbai. Telur Thrips bentuknya seperti ginjal atau oval.
Perkembangbiakan Thrips tidak melalui perkawinan (parthenogenesis), bertelur sekitar 80 butir. Telur diletakkan dibawah daun secara terpencar atau dimasukkan kedalam mesofil daun. Disekitar masuknya telur, jaringannya kelihatan membengkak. Telur menetas dalam beberapa hari atau kadang-kadang lebih dari 1 minggu. Thrips ini bila terganggu sering bersembunyi di dalam tanah. Perkembangan dari telur dampai dewasa sekitar 20 – 30 hari. Thrips bermetamorphose sederhana melalui 2 – 4 instar. Bagian sayap baru kelihatan pada tingkatan pra pupa. Perkembangbiakan yang paling hebat terjadi pada waktu musim kemarau.

Tanda Serangan
Thrips mengisap cairan pada permukaan daun, bekas tempat yang diisap berwarna putih seperti perak. Apabila serangan hebat, akan terdapat banyak bercak dan bercak-bercak tersebut saling berhubungan menyebabkan warna daun menjadi putih.
Warna putih itu disebabkan masuknya udara ke dalam sel yang telah kosong diisap cairannya. Bercak putih itu akan berubah menjadi cokelat. Daun yang diserang oleh hama ini akan menggulung, bentuknya tidak normal dan menjadi kering. Karena Thrips juga menjadi vector virus, maka seringkali kelihatan terdapat mosaic pada daun yang diserang, sehingga pertumbuhannya menjadi kerdil, daun sempit mengecil dan keriting. Thrips pada umumnya bersembunyi di balik daun sambil mengisap cairan.

b.    Kutu Daun (Aphis gossypii)
Morfologi dan Biologi
Kutu daun yang bersayap, panjangnya sekitar 1,5 mm. Sedangkan yang tidak bersayap panjangnya sekitar 2 mm. Bagian belakang abdomen seperti terdapat 2 tanduk (circus). Warnanya cokelat kekuningan, hijau tua sampai hitam. Umumnya kutu Aphis tidak bersayap, tetapi kadang-kadang yang dewasa bersayap transparan.
Perkembangan kutu ini dengan cara tanpa kawin (parthenogenesis). Telur menetas didalam tubuhnya, disebut vivivar atau ovovivivar, sehingga ada yang mengira kutu aphis beranak. Didaerah pegunungan seringkali telur menetas di luar tubuhnya yang disebut ovivar. Telur yang menetas ada yang jantan dan ada yang betina. Cara makan adalah dengan mengisap cairan tanaman, terutama daun yang masih muda. Pada umumnya perkembangbiakannya terjadi pada waktu musim kemarau. Kotoran kutu Aphis rasanya manis, disebut embun madu. Karena kotorannya manis, maka banyak dikerumuni oleh semut. Embun madu seringkali diserang jamur jelaga yang warnanya hitam. Kutu Aphis dapat menularkan virus, sehingga tanaman cabai banyak terserang virus.
Kutu Aphis betina menjadi dewasa berumur 4 – 20 hari dan dapat bertelur 20 – 140 butir telur yang menetas di dalam tubuhnya. Rata-rata setiap hari menghasilkan 2 – 9 Aphis muda. Pada musim penghujan perkembangannya berkurang.   

Tanda Serangan
Kutu daun Aphis menyerang daun yang masih muda, lebih-lebih bagian tunas muda. Daun muda yang dihisap perkembangannya menjadi tidak normal, kerdil, berkerut dan keriting. Bila tanaman yang masih kecil diserang kutu daun ini, pertumbuhannya menjadi kecil dan daunnya mengeriting, kelihatan seperti menebal. Kutu daun Aphis bersembunyi di balik daun. Kutu daun Aphis dapat menularkan virus, daun menjadi keriting dan warna mosaic.

c.    Lalat Buah (Dacus dorsalis)
Morfologi dan Biologi
Panjang tubuh sekitar 6 – 8 mm dan panjang sayap bila dibentangkan sekitar 5 – 7 mm. Sayap warnanya jernih, tembus cahaya dan terdapat bercak. Perut (abdomen) berwarna cokelat muda, ada garis melintang berwarna cokelat tua. Dada (thorax) berwarna cokelat tua, terdapat bercak berwarna kuning atau putih. Panjang telur sekitar 1,2 mm dan lebar 0,2 mm. Kedua ujung telur runcing, berwarna putih. Belatung yang masih muda berwarna putih, sedangkan yang telah dewasa berwarna kekuningan dengan panjang sekitar 1 cm.
Lalat betina mempunyai alat tusuk (ovipositor)  pada bagian belakang untuk menusuk buah sambil telur dimasukkan ke dalam buah. Dalamnya tusukan bisa sampai 6 mm. Telur yang diletakkan sebanyak 10 – 15 butir. Buah yang ditusuk akan mengalami luka dan mengeluarkan cairan (getah) sehingga akan menarik perhatian lalat yang lain untuk bertelur. Setelah bekas tusukan sembuh akan menjadi benjol sehingga bentuk buah jelek. Sering terjadi serangan sekunder dari cendawan di tempat tersebut, sehingga buah menjadi busuk.
Dengan temperature 25 – 30oC dalam jangka waktu 30 – 36 jam telur akan menetas, larvanya makan bagian dalam buah cabai selama sekitar 7 hari. Larva keluar dari buah cabai dengan melenting ke tanah. Belatung itu bila terganggu bisa melenting sejauh sekitar 30 cm untuk menghindari bahaya. Kemudian masuk ke dalam tanah sedalam 1 – 5 cm dan berubah menjadi pupa. Lama masa pupa sekitar 10 hari. Lalat berumur 5 – 7 hari mulai bertelur. Daur hidup lalat di daerah panas sekitar 25 hari, sedangkan di daerah dingin lebih lama.

Tanda Serangan
Buah cabai yang diserang lalat ini bentuknya menjadi kurang menarik, terdapat benjolan. Buah cabai yang diserang lalat ini akhirnya terinfeksi cendawan, sehingga menjadi busuk. Buah cabai yang demikian sering diduga terserang penyakit, padahal diserang oleh lalat buah. Untuk meyakinkan bahwa buah cabai tersebut terserang oleh lalat atau penyakit, buah harus dibelah. Bila ada larva kecil putih yang bisa melenting, berarti diserang lalat buah.

2.    Penyakit Penting Cabai
a.    Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)
Gejala Serangan
Mula-mula daun sedikit menguning dan layu. Pada pagi hari daun kelihatan segar, tetapi setelah panas menjadi layu. Beberapa hari kemudian daun mulai menguning dan tidak bisa segar lagi. Daun tetap melekat pada batang dan ranting. Bila tanah banyak mengandung unsure N dan hanya sedikit K, serangan penyakit ini akan lebih hebat lagi, sehingga tanaman akhirnya mati. Bila pangkal batang atau pangkal akar dipotong melintang akan kelihatan berwarna cokelat muda sampai tua. Jamur dapat membentuk polipeptida yang disebut likomarasmin yang dapat mengurangi permeabilitas membran plasma tanaman, sehingga air sulit naik keatas dan menyebabkan layu pada tanaman.

b.    Busuk Masak = Antraknose (Colletotrichum capsici)
Gejala Serangan
Penyakit ini bisa muncul di lapangan atau pada buah cabai yang sudah dipanen. Mula-mula pada buah yang sudah masak kelihatan bercak kecil cekung kebasahan yang berkembang sangat cepat. Garis tengah bisa mencapai 3 – 4 cm pada buah yang besar. Bercak cekung itu berwarna merah tua sampai cokelat muda dan kelihatan ada jaringan cendawan yang warnanya hitam. Buah berubah menjadi busuk lunak, mula-mula berwarna merah kemudian menjadi cokelat muda seperti jerami.
Pada bagian bercak kelihatan ada lingkaran-lingkaran sepusatdan ada massa spora berwarna kuning pucat sampai merah kekuningan (merah jambu). Serangan berat menyebabkan buah menjadi kering dan keriput. Kadang-kadang bercak itu juga terdapat pada buah yang belum masak, daun, batang dan ranting-ranting yang menyababkan mati ujung (die back).